All of Mine is Yours

Cw// mature scene


Suara pintu kamar yang terbuka membuat Wira sontak menoleh dan melihat seorang wanita dengan senyum tulusnya tampak tak bisa menyembunyikan wajah lelahnya yang telah seharian bekerja di rumah menjadi seorang ibu sekaligus istri, hidup Airin benar-benar berubah setelah kehadiran Arsena Radian Prawira, putra pertama keduanya. Airin yang melihat senyuman teduh suaminya itu langsung meluluh dan memasang raut wajah cemberutnya. “Capek ya, hm?”

Wira memegang tangan istrinya agar ikut bergabung di atas ranjang dengannya, Airin yang sudah tidak bisa lagi menutupi sifatnya yang mendadak melemah saat dekat suaminya, segera memeluk suaminya erat dan menelusup pada dada bidang Wira, dia membiarkan suaminya itu mengusap surai panjangnya yang harum. “Makasih ya, Cantik, kamu udah kerja keras hari ini. Saya bangga liat kamu, kamu bisa jadi ibu sekaligus istri yang baik dalam satu waktu. Kamu boleh capek sekarang, kamu pun boleh ngeluh juga sama saya sekarang, boleh manja sama saya sekarang, karena  ketika malam mungkin bagian saya untuk menemani, mendengar, dan menjaga kamu sampai pagi nanti. Airin, saya sayang kamu.”

Airin memejamkan matanya, senyumannya mengembang tipis ketika Wira membisikkan kata-kata indah yang bagaikan mantra membuat Airin jauh lebih tenang, bahkan lelahnya pun seperti terbayarkan seketika. Ia membiarkan suaminya mengecup puncak kepalanya kemudian beralih pada dahinya, Wira benar-benar paham bagaimana memperlakukan Airin ketika wanita itu sedang membutuhkannya.

“Sayang, kamu mau saya buatin minuman hangat?” Tanya Wira.

Airin menggeleng samar. “Nggak usah, Mas. Aku cuma mau kamu di samping aku sekarang.”

“Iya, Sayang, saya ada.” Wira mengangkat wajah cantik istrinya sejenak, dia lalu menangkup dagu sang istri dan menatap Airin begitu dalam. “Kamu mau apa dong, Sayang?”

“Apa mau saya pijitin?” Wira kembali bertanya, Airin rupanya masih saja bungkam dan menatapnya balik tanpa berbicara apapun. Wira merasa salah tingkah sendiri melihat tatapan Airin yang begitu serius dan tanpa ekspresi apapun. Lelaki itu bisa merasakan napas berat sang istri saat ini. “Ai, Sena sudah tidur 'kan?”

“Udah, Mas.”

“Ai, sini coba lebih dekat lagi.” Wira mengangkat tubuh Airin agar lebih menempel padanya, bahkan jarak pandanganya dengan Airin hanya sepersekian senti sekarang. Lelaki itu mengeratkan rangkulannya pada pinggang Airin saat tangan Airin bergerak turun ke dada suaminya. Wira terus mengusap pinggang wanitanya seiring dengan jemari sang istri yang kini menyusup masuk ke dalam kaus putih yang dikenakannya.

“Airin, saya buka ya?” Wira memandang Airin yang menatapnya sayu, dia melirik sekilas pada kaus putihnya beserta tangan istrinya yang sudah menyelinap di dalam sana. “Biar kamu nggak kesusahan.”

“Aku aja yang buka, Mas.”

Wira menelan ludahnya susah payah ketika ia merasa tenggorokannya begitu kering mendadak, detak jantungnya berdetak lebih cepat bersamaan dengan napasnya yang memberat, Wira hanya mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dari wanita yang kini bertubuh sedikit berisi dan semakin cantik itu di matanya itu.

“Iya, Sayang, boleh.”

Airin melepaskan tangan suaminya yang merangkulnya tadi lalu ia bergerak membantu melepaskan kaus putih yang dikenakan suaminya itu. Wira sempat menahan napas kala Airin reflek menggigit bibirnya setelah tubuh Wira di bagian atas sudah terekspos jelas. Airin menatap Wira dengan tatapan damba, dia benar-benar mengagumi bentuk tubuh suaminya yang indah. Wira mengusap wajah istrinya itu lembut, lalu berbisik dengan nada rendahnya. “Kamu boleh mau lakuin sesuka kamu, semuanya cuma punya kamu.”

Airin memicingkan matanya sinis diikuti dengan senyuman evil khasnya yang menggoda sebelum ia berpindah duduk di atas perut suaminya dan membungkuk seraya mengusap rahang lelaki tampan di bawahnya kini. “Mas, boleh ...”

“Boleh, apapun pertanyaan kamu itu, saya bolehkan, Airin.”

Airin sedikit menunduk dan memperkecil jarak antara dirinya dan Wira, bahkan mereka sudah bertukar napas satu sama lain. Perempuan itu membasahi bibirnya kemudian tanpa aba-aba memagut bibir suaminya dengan rakus. Bukan hanya sekadar pagutan pelepas rindu, tapi gurat napsu terselinap di dalamnya, bagaimana Airin menyesap bibir Wira lapar, dan sesekali ia akan meminta akses lidahnya untuk bermain lebih dalam dengan milik suaminya. Wira malam ini akan membiarkan Airin mendominasi dirinya, Airin yang akan memegang kendali dalam setiap permainannya itu sendiri.

Airin melepaskan ciumannya dengan isapan terakhir pada bibir suaminya, matanya yang sayu itu mampu menyihir Wira hingga lelaki itu hanya diam dan menikmati permainan Airin saat ini. Wira menggeram pelan ketika sesuatu yang lembab kini turun di bagian dadanya. Lelaki itu benar-benar hanyut dengan setiap sentuhan Airin padanya saat ini. Wira mengusap surai panjang istrinya yang kini merangkak di atas tubuhnya, membuat suhu di dalam tubuh lelaki itu panas seketika.

“Ai ... argh,” Wira menggeram saat kecupan istrinya itu semakin turun ke bawah perut berbentuknya, membuat Wira mendongakkan kepalanya ke atas seraya terpejam dengan tangannya yang tak henti mengusap sesekali meremas rambut panjang istrinya.

Airin menyudahi aktivitasnya setelah melihat suaminya yang tampak berkeringat dan menikmati permainannya kala itu, wanita itu tampak puas dan tersenyum miring seraya merangkak naik di atas tubuh suaminya. Wira membuka kelopak matanya lagi saat keduanya kembali bertatapan, napas dua insan itu semakin memberat, mata yang sayu dan memerah. Dengan sekali gerakan, Wira mendorong tengkuk Airin dan memagut bibir istrinya tak mau kalah.

“Ehm, Mas...”

Perlahan Airin mulai menikmati pagutan bibir keduanya sembari tangannya tak tinggal diam terus bergerak menyentuh perut suaminya, Airin bergerak gelisah ketika tangan besar suaminya mulai menelusup ke dalam dress tidurnya, tangan yang satu menahan pinggang sang istri.

“Ahh, Mas Wira...” Airin mengerang pelan saat Wira meremas pahanya kuat dengan pagutan keduanya yang masih menyatu. Airin memejamkan matanya seakan terbuai dengan sentuhan suaminya yang mendominasi kala itu.

Tangan Wira dengan gesit menyingkap dress tipis yang dikenakan istrinya itu dan melemparnya asal, pagutan keduanya kembali menyatu setelah sempat terlepas sepersekian detik setelah lelaki itu kini menukar posisinya sehingga istrinya itu kini berada dalam kukungannya.

Airin menggigit bibir suaminya untuk berusaha melepaskan pagutan keduanya dan meraup oksigen sebanyak-banyaknya kala Wira tersenyum tipis dengan alis yang mengangkat sementara Airin menatap lelaki itu tajam. “Kamu!”

“Kamu yang mancing, Airin.”

“Aku pikir kamu bakal biarin aku dulu.” Airin berdecak kesal, sementara lelaki yang ranumnya merona itu hanya terkekeh pelan. “Jangan ketawa kamu.”

“Saya gak bisa tahan, kamu kelamaan, Sayang.” Wira mengendus leher Airin seraya memberi kecupan dan sesekali mengisapnya kuat seolah ingin mempermainkan Airin seperti wanita itu mempermainkannya semula. Airin meremas rambut Wira dan meleguh nikmat. “Mas...”

“Kamu diem aja ya, Sayang, biar saya ambil alih...” bisik Wira dengan nada rendah. “Kamu juga boleh mau minta apapun sama saya saat ini, tapi dengan satu syarat ...”

Nanar keduanya kembali bertemu dengan napas hangat yang saling memburu, gejolak kerinduan, nafsu, cinta, dan kasih sayang menyatu dalam perasaan keduanya saat itu. Sentuhan satu sama lain bagaikan simbiosis mutualisme yang membuat keduanya semakin hanyut dengan permainan malam ini.

Airin mengusap wajah suaminya menggoda berbisik pelan. “Apa syaratnya hm?” Satu kecupan melandas di rahang tegas suaminya, Wira memejamkan mata sejenak menikmati jemari Airin yang bergerak melepas kancing celana lelaki itu.

Wira menggeram dengan rahangnya yang menggertak kuat seraya meremas paha istrinya gemas. Airin membuka mulutnya dan diam-diam menikmati sentuhan suaminya itu. “Syaratnya, kamu jangan sekali lagi mendominasi saya malam ini karena kamu hanya perlu menikmati apa yang saya kasih, Airin Sayang.” Wira kembali meremas paha Airin lebih kuat sehingga istrinya itu mendongak ke atas. “Kamu suka, hm?”

“Mas, please, all of mine is yours, just do what you want and I wont do anything except with you command. Please...” Airin memohon dengan mata terpejam dan suara parau.

I love you, My Hottest Wife.

Wira mengecup telinga Airin dan mengendus area sensitif istrinya itu tanpa ampun dan kini ia lebih bebas untuk memimpin permainan panjang keduanya malam ini. Dan ia yakin, malam ini menjadi malam panjang yang indah untuk keduanya. Pernikahan mereka yang sudah melahirkan satu keturunan yang tampan membuat kehidupan rumah tangga keduanya semakin lebih baik, Airin semakin banyak mengenal sisi lain Wira lebih jauh, bahkan sosok suaminya yang kini ia kenal bisa dibilang memiliki sifat 180° berbeda dengan sosok Wira yang pertama kali ada dalam kesan pertamanya. Lelaki alim yang tidak tahu apa-apa, polos, dewasa, dan mudah didominasi. Itu dulu. Sampai sekarang Wira banyak menunjukkan sisi lain dirinya, salah satunya ialah dominasinya yang kuat dan dengan mudah terjerat dalam godaan Airin, bahkan Wira jauh lebih hebat dalam mengimbangi bagaimana sifat nakal sang istri saat bersamanya dan ia mampu membuat istrinya bertekuk lutut padanya dan tak berdaya karenanya. Cintanya yang semakin dalam pada Airin membuat Wira sulit menahan setiap kali Airin hendak mendominasinya, hingga akhirnya lelaki itulah yang dengan caranya mampu membuat Airin merasa sangat dicintai terlebih dengan kelembutan hati Wira dalam memperlakukan sang istri.