Cuddle Things

cw // mention of kiss


“Jadi ingat pertama kali kamu kayak gini itu saat saya nemanin kamu nugas kuliah. Sekarang, kamu sudah punya anak dari saya, nggak nyangka.”

Wira mengusap surai lembut perempuan yang ada di pangkuannya. Airin belakangan ini memang sedang manja padanya apalagi di sela waktu libur yang lebih panjang dari biasanya ini. Tentu saja Wira tanpa pernah berniat untuk menolak, akan selalu menuruti permintaan dari sang Puan. Wira membiarkan istrinya yang sedang mengandung itu bermanja ria sepuasnya padanya, jelas itu juga karena ia senang memanjakan sang istri.

“Mas,” panggil Airin, matanya membuka saat ia menengadah menatap suaminya. Wira menatapnya dengan nanar yang tulus. “Aku pengen bisa kayak gini sama kamu setiap hari.” Airin memeluk leher suaminya erat, membuat Wira senantiasa membalas pelukannya pada pinggang sang istri. “Tapi, aku sadar itu nggak bisa.”

“Maaf, Airin. Saya juga ingin bisa kayak begini terus sama kamu, tapi saya juga sadar saya belum bisa. Masih ada tanggung jawab saya yang harus saya jalani. Tanggung jawab saya terhadap tugas saya. Meskipun begitu, saya nggak pernah lupa sama kamu, saya sebisa mungkin akan kasih sebanyak-banyaknya cinta yang saya berikan untuk kamu, sebab saya mau kamu bisa tetap merasakan sedalam apa perasaan saya padamu Ai, walau saya tak bisa selalu bersama kamu.”

“Makasih, Mas Sayang. Aku beruntung punya kamu dan aku gak pernah nyesal bisa jadi milik kamu. Aku bakal selalu ngerti sama semua tanggung jawab kamu meskipun itu nggak mudah dan aku akan selalu jadi rumah untuk kamu pulang, Mas.”

“Terima kasih, Sayang, kamu tau, kamu adalah rumah ternyaman yang selalu ingin saya datangi tanpa batas waktu hinga akhir hayat. Saya sayang kamu, juga calon anak kita...” Wira mengusap lembut perut istrinya yang di dalamnya hidup seorang permata indah baginya, calon buah hati yang akan menjadi cahaya baru dalam kehidupan rumah tangga keduanya. “Jaga selalu diri kamu untuk saya, sebaliknya akan saya lakukan hal yang sama untukmu, Ai.”

Jemari Wira menangkup sisi wajah cantik sang istri, satu tangannya memegang erat pinggang Airin dengan sedikit mencengkram untuk merapatkan tubuh keduanya sekaligus menjaga keseimbangan sang istri di atas pelukannya. Wira menatap lamat-lamat wajah cantik itu yang perlahan semakin mendekat dengan deru napas hangat saling menerpa. Pria itu meraih ranum berwarna merah jambu itu, melumatnya perlahan tanpa tergesa, membiarkan seluruh aliran darah keduanya menyatu dan saling menghubungkan rasa cinta yang mereka miliki. Pagutan yang tanpa menuntut itu terus berlangsung, keduanya mulai meluapkan posesinya untuk saling memiliki. Suara decakan mengisi ruangan televisi ini selagi aktivitas keduanya berlangsung.

Belaian jemari lincah suaminya itu membuat Airin membuka mulutnya, membiarkan suaminya melakukan lebih dengan saling bergulat lidah dan pertukaran saliva hingga menjadi helaian-helaian benang yang tak akan terputus selama pagutan keduanya menyatu. Deru napas hangat yang memburu terus mengiringi kegiatan panas keduanya.

“Mas...” Airin melepaskan pagutan keduanya itu, sementara Wira mengernyitkan keningnya.

“Hm, ya, Sayang?” Wira mengusap bibir istrinya yang basah olehnya, ada tatapan kecewa di mata pria itu. “Kenapa?”

“Udah dulu, aku gak bisa napas.” Airin mencebikkan bibir, membuat si Lelaki hanya terkekeh pelan dan mengacak rambut Airin gemas. “Kamu suka kebiasaan, tadi sore 'kan udah. Masa aku mandi lagi?”

“Ya nggak apa-apa, Sayang, kan bareng saya nanti.” Wira tertawa kecil. “Kamu tuh lucu banget. Habis bikin saya kehilangan kendali, kamu malah bikin gemas.” Lelaki itu menyubit pipi istrinya. “Ya sudah ayo mau bobo, Sayang?”

“Mau digendong apa sendiri? Gendong saya saja deh ya, kamu kan bayi.”

Setelah Airin mengangguk, Wira segera bangkit dari sofa dengan menggendong sang Istri di depan, ia mengecup pipi Airin gemas. Sementara Airin menelusup ke leher Wira dan memeluknya erat. “Istri saya yang manja.”