Istri Saya yang Cantik
Hari semakin larut namun Wira masih setia menunggu Airin yang sedang berkutat dengan tugas-tugas kuliahnya di meja belajar, lelaki itu sesekali akan melirik pada Airin yang tampak serius mengerjakan tugasnya, sebenarnya ia tidak bisa banyak membantu sehingga dia hanya bisa menemani Airin sembari menonton serial televisi yang bahkan sudah lima episode berturut-turut ditonton oleh Wira hari ini.
“Eugh, pegel banget gila tangan gue,” gerutu Airin seraya merenggangkan tangannya.
“Sudah selesai?” tanya Wira seraya menoleh sedikit pada Airin.
Airin segera menutup laptopnya dan bangkit dari depan meja belajar yang terletak dekat ruang televisi. Dia pun berjalan menghampiri Wira yang duduk di sofa. Airin mengangguk dengan bibir mengatup. “Pegel.”
“Sini.” Wira menepuk tempat di sebelahnya, lalu Airin menggeleng. Lelaki itu mengernyit. “Mau tidur?”
Bagaimana Wira tidak langsung terkejut jika melihat Airin tiba-tiba naik ke atas pangkuannya dan bersandar pada dada bidang sang suami. Wira berusaha mengontrol perasaannya yang menjadi tidak karuan jika ada dekat Airin—yang padahal sudah menjadi istri sahnya. Lelaki itu menarik napasnya perlahan membuat Airin mendongak. “Gak boleh?”
“Boleh, sini yang benar duduknya, sebentar maaf ya.”
Wira merengkuh pinggang Airin untuk membenarkan posisi perempuan itu agar lebih nyaman bersandar padanya, sebenarnya ia sedikit tidak nyaman dengan Airin yang ada di pangkuannya karena bagaimana pun dia lelaki dewasa yang ... ah sudahlah, dia tidak masalah jika itu membuat Airin nyaman lagipula ia juga kasihan dengan Airin yang sudah lelah duduk seharian di depan layar.
“Kamu lapar nggak?” tanya Wira. Lelaki itu mulai fokus kembali pada tontonannya meskipun sedikit buyar karena Airin.
“Nggak, tadi 'kan udah mas suapin.”
“Nggak lapar lagi? Mau saya bikinin minuman hangat gak?”
“Nggak usah.”
“Oh ya sudah,” kata Wira sebelum kembali bersuara, “besok saya antar ya ke kampus?”
Airin mengangguk tanpa berbicara dengan netra yang sudah terpejam kala tengah bersandar pada Wira, tangannya pun mulai bergerak memeluk tengkuk lelaki itu membuat sang empu sedikit tersentak dan memandang sang wanita.
“Kamu ngantuk?”
Sekali lagi Airin hanya mengangguk.
Nada bicara Wira berubah rendah. “Pindah ke kamar mau?”
“Nggak, mau di sini dulu.”
“Ya sudah, kamu tidur saja ya, nanti habis film ini selesai kita pindah.” Lelaki itu menahan tampak tersipu dan berusaha menahan senyumnya saat melihat Airin tidur dalam pelukannya. Sorot matanya penuh damba saat mengamati wanita cantiknya sedang memejamkan mata, kedua tangannya bergerak menahan agar perempuan itu tidak jatuh dari pangkuannya. “Cantik sekali kamu ini.”
Setelah puas memandangi perempuannya yang tampaknya mulai masuk ke alam mimpi, Wira menurunkan kepalanya sedikit sehingga menempel dengan kepala Airin. Dia berbisik dengan lembut. “Istri saya yang cantik.”