Hujan, lagi.

“Pada kemana?”

Alana bertanya saat mereka memasukki rumah kontrakan milik Arion dengan teman-temannya, saat itu cuaca sedang hujan besar jadilah mereka mampir dulu kesana karena memang jaraknya sangat dekat sekaligus Alana ingin meminjam jaket Arion karena bajunya basah.

“Levin sama Tenggara pergi, sisanya belum balik.”

Arion tengah mengacak rambutnya yang basah karena tadi dia tidak memakai helm saat menjemput Alana jadilah kepalanya terkena hujan, jaketnya pun basah. Dia melirik Alana yang sudah seperti tikus kecebur got, pakaiannya basah tapi untungnya rambutnya tidak karena ia memakai helm Arion tadi.

“Ganti baju,” kata Arion.

Alana melirik lelaki itu lalu menggeleng. “Engga bawa 'kan.”

“Pake kaos aku, bentar.”

Arion pun masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Alana yang menunggu di ruang tamu. Gadis itu tampak mengamati sekelilingnya, rumah itu terbagi menjadi tiga kamar tidur dan dua kamar mandi sepertinya sudah cukup besar untuk ditinggali Arion beserta keenam temannya, untung saja tidak berantakan dan hampir semua tertata rapi kecuali sepatu mereka yang berjejeran hampir di setiap sisi.

Arion kembali dari kamarnya, dia sudah menanggalkan hoodie kuning yang sempat dipakainya tadi, sekarang hanya meninggalkan atasan hitam dan celana jeans senada. Dia memberikan kaos yang dibawanya pada Alana.

“Pake, ganti baju di kamar aku aja.”

Alana pun mengangguk, saat ia hendak berjalan, Arion memanggilnya lagi dengan tatapan masih sama seperti dari tadi, sangat datar. “Bawahannya mau juga? Aku cuma ada boxer kalo mau.”

Alana langsung menahan tawa, dia menggeleng mantap. “Ga usah.”

“Ya udah,” balas Arion singkat, dia memegang tangan Alana lagi, “eh bentar, makan mau?”

“Makan apa?”

“Aku cari makan dulu,” kata Arion.

Alana melepaskan tangan Arion, “hujan.”

Arion melirik tangan gadis itu, lalu memandang Alana lagi. “Ya udah, ganti baju dulu aja.”

Alana mengangguk pelan, lalu kembali melangkah pergi meninggalkan Arion yang merasa canggung. Entah kenapa dia selalu merasa canggung berduaan dengan kekasihnya itu, dia pun tersenyum tipis.

***

“Arion...” panggil Alana saat ia telah selesai berganti baju dan kembali ke ruang tamu, tidak ada sahutan sampai akhirnya dia mendengar suara berisik dari arah dapur, tadinya dia hendak berjalan kesana sebelum Arion datang dan hampir menubruknya. “Eh.”

“Aku lagi masak mie.” Arion menatap Alana dengan wajahnya yang tak berekspresi, dia mengamati baju miliknya yang tampak kebesaran dipakai gadis itu.

“Oh? Oke.”

Arion melihat rambut Alana yang masih berantakan, sebagian helaian rambutnya masuk ke dalam baju, lelaki itu pun tergerak menarik lembut rambut Alana dan merapikannya. Tangannya masih memegang helaian rambut pirang gadis itu, mata Arion menatap nanar Alana. “Udah panjang banget.”

Alana mengangguk, dia menatap Arion balik dengan jarak dekat antara keduanya. “Aku potong rambut jangan?”

Arion menggeleng. “Ga usah.”

Saat mereka masih saling memandang, tiba-tiba Alana memegang tangan Arion, “Ion, itu awas kamu lagi masak, kan?”

“Oh iya,” sahut Arion pelan, dia pun kembali ke dapur, meninggalkan Alana yang sedang menahan senyuman seraya menggigit bibirnya.

“Benci banget kenapa gue selalu lemah kalo ditatap Ion...”

***

“Na,” panggil Arion.

“Hm?” Alana hanya menyahut, dia tampak serius menonton film yang mereka tonton dari laptop Arion selagi menunggu hujan reda, mereka juga sudah selesai makan dan sekarang duduk di sofa.

“Kalau ...” jeda Arion, dia mengamati Alana di sampingnya, beberapa saat kemudian gadis itu menoleh padanya. Arion terdiam sejenak membiarkan dia leluasa menatap Alana lebih lama lagi, dia bisa melihat mata gadis itu berbinar memandangnya. Cantik. “Engga jadi.”

“Kamu lagi ada sesuatu ya?”

“Engga.”

“Arion, kalo kamu ada sesuatu bilang ya, aku engga mau kamu tiba-tiba beda tanpa aku tau kamu kenapa. Kalo aku ada salah juga bilang aja.”

“Iya,” jawab Arion.

Alana tersenyum dan tergerak menyubit pipi Arion gemas. Arion memejamkan matanya seraya tersenyum tipis, dia malah menikmati saat wajahnya disentuh oleh Alana.

“Ih, kenapa?” tanya Alana, dia terkejut saat Arion menahan tangannya agar terus memegang wajahnya.

Bukannya menjawab, Arion menarik tangan Alana dan menaruhnya pada rambutnya yang setengah basah lalu lelaki itu menyandarkan kepalanya di bahu Alana. “Usapin.”

Alana tersenyum tulus, dia mengusap rambut Arion dengan lembut meskipun hatinya sekarang sedang tidak karuan karena ulah lelaki itu, apalagi tangan satunya digenggam erat oleh lelaki itu. Alana berbisik pelan pada Arion. “Arion, maaf kemarin Alana bikin kamu sebel.”

“Hm,” sahut Arion.

Sekali lagi Alana melirik Arion sambil mendengus pelan. “Jawabnya yang bener.”

“Iya, Sayang.”

Alana melebur seketika.