hukuman.
Alana baru saja membuka pintu apartemennya—yang ia tinggali bersama Arion, sudah hampir sebulan setelah menikah mereka tinggal di sini. Apartemennya tidak terlalu kecil, juga tidak terlalu besar. Ukurannya sedang dengan konsep minimalis.
Alana melangkah masuk setelah melepas alas kakinya, dia melangkah masuk ke dalam dengan membawa belanjaan miliknya. Ia melirik ke sekeliling seolah sedang mencari sesuatu. Alana mengecek di setiap sudut ruangan yang tidak menunjukkan ada siapapun, tapi ia belum bisa bernapas lega lalu wanita itu masuk ke dalam kamarnya.
“Syukurlah, Arion belum pulang. Gue harus cepet-cepet mandi biar pas dia balik langsung tidur.”
Saat Alana masuk, ia memang tidak melihat siapa-siapa di sana, ia pun akhirnya bisa bernapas lega. Alana segera menaruh tasnya di atas sofa, berjalan ke arah lemari pakaian dan mengambil handuk sebelum beranjak masuk ke dalam kamar mandi.
—
Alana sudah memakai piyama dress lengan pendeknya, dia bercermin sejenak untuk melakukan skincare routine-nya di depan cermin wastafelnya, setelah itu ia pun melangkahkan kakinya keluar namun betapa terkejutnya dia melihat sosok jangkung sudah berdiri di depan pintu seolah telah menunggunya sedari tadi.
Tatapannya begitu dingin dan tajam. Alana tercekit, “Ion ... udah pulang?”
Arion memicingkan matanya, “menurut kamu gimana?”
Alana tersenyum kecil, sebenarnya ia tidak betul-betul bertanya karena sudah jelas lelaki itu bahkan masih memakai setelan atas kemeja putihnya yang artinya Arion baru saja pulang kerja.
“Kamu mau apa? Udah makan? Mau aku buatin sesuatu?”
“Alana.”
“Apa?”
Arion memicingkan matanya menatap Alana, membuat Alana mendorong lelaki itu. “Ion jangan buat aku takut.”
“Alana nakal.”
“Alana udah minta maaf.”
“Gak, belum aku maafin.”
Alana memasang wajah cemberut, “kenapa?”
Arion mendengus sebal, lalu ia langsung menggendong Alana seperti koala, membuat sang wanita terus memukul dada lelaki itu pelan. “Arion mau ngapain?”
“Diem.”
Alana tak mengira kalau dia akan dibawa Arion ke ruang kerjanya, itu membuat Alana bingung apalagi saat Arion membiarkan Alana berada di pangkuannya saat keduanya duduk di depan meja kerja lelaki itu. “Aku masih ada kerjaan, seharusnya aku ga pulang cepet.”
“Ih, ngapain kamu pulang cepet-cepet lagian...”
“Ssst...” Arion mendesis, dia membiarkan Alana ada di pangkuannya dan mengamati dirinya yang tengah melanjutkan sedikit pekerjaannya yang tadi tertunda. “Gara-gara kamu, aku pengen pulang cepet.”
“Yaudah kamu kerja dulu, aku masak sesuatu untuk kamu.”
“Ga.”
“Ih, Arion...”
“Jangan ingkar janji.”
Arion mengetik dengan satu tangan, tangannya yang satu memegang Alana agar tetap seimbang di pangkuannya.
“Ih janji apa?”
Alana pasrah saja saat Arion menempelkan hidungnya di permukaan wajahnya dan sesekali mengendus dalam-dalam. “Ini.”
Mata Arion tertuju pada layar macbook-nya tetapi dia tidak berhenti mengendus-ngendus permukaan wajah kemudian lanjut ke belakang telinga dan turun ke leher wanita itu dengan sesekali akan mencium di beberapa tempat.
Bulu kuduk Alana merinding, entah mengapa Arion selalu mampu membuat dirinya terbang bersama kupu-kupu yang hinggap di perutnya, tapi ia nyaman dengan perlakuan suaminya yang seperti ini.
“Udah...”
“Tadi katanya sepuasnya.”
“Aku ngantuk.”
Arion pun membalikkan tubuh Alana menghadapnya agar dia bisa leluasa mengamati wajah cantik Alana saat ini. Arion menarik Alana mendekat dan menempelkan pipinya dengan pipi Alana lalu dia kembali mengendus pipi gadis itu seraya memeluk Alana erat. Arion terus mengecup pipi Alana gemas dan sesekali ia mengendusnya lama juga mengecupnya lama membiarkan wajah Alana yang menggembung karena sebal. Itu malah semakin membuatnya gemas.
Arion kemudian bangkit kembali dengan Alana dalam gendongannya, dia kembali mengendus pipi Alana dan mengencupnya lama. “Pindah ya? Hm?”
Lalu, dia menggendong Alana untuk kembali ke kamar tanpa melewatkan setiap langkah untuk memberikan kecupan pada istrinya. “Makanya jangan nakal.”