Jakarta bersama Kania
Selamat Datang di Jakarta.
Setelah tiga tahun lamanya menjelajahi negara orang, akhirnya seorang Gadis Aneira kembali merasakan menginjakkan kakinya lagi untuk tinggal dan menetap di tanah airnya. Udara yang tidak jauh berbeda dengan Singapura membuatnya merasa seharusnya tak akan ada banyak hal yang membuatnya merindukan negara itu. Apalagi ia akan memulai hidup baru yang diharapkan bisa lebih baik di sini, terlebih ada teman-teman dekatnya yang tentu akan banyak menemaninya, begitu pun dengan sang Ibunda dengan keluarganya yang ada di dekatnya.
Sepanjang perjalanan dari bandara Soekarno-Hatta menuju ke apartemennya terbilang cukup jauh, namun mereka bertiga—mama, Gadis, dan Kania sempat berhenti di sebuah restoran berbintang untuk makan siang seraya menunggu waktu istirahat jam kerja yang diduga Kania akan padat oleh kendaraan. Tentu baik Gadis maupun sang Mama bersedia akan tawaran Kania itu.
Kemudian setelah selesai makan bersama, mereka mangantarkan mama terlebih dahulu ke rumah sebelum Kania akan mengantar Gadis pulang ke apartemen barunya. Terlebih Kania sudah mempersiapkan pakaian untuk menginap sekaligus membantu Gadis merapikan barang-barangnya di sana.
Rasanya begitu asing, tapi rasa rindunya terasa terbalas sekarang, dia kembali menginjak ibu kota Jakarta ini—tempatnya semasa kecil hingga dewasa menghabiskan waktu serta mengejar angan-angannya dan kedatangannya ke sini pula untuk melanjutkan sejumput harapan dari cita-citanya yang sudah dalam genggamannya.
“Please, give me a hug.” Ujar Kania beberapa saat setelah mereka tiba di apartemen baru milik Gadis yang sudah terdapat beberapa fasilitas di dalamnya.
Tanpa berpikir panjang, Gadis segera menghamburkan pelukan hangat keduanya pada sahabatnya. Suasana haru menjadi pengiring dari pelukan keduanya yang saling menyalurkan rindu.
“I miss you, Kania.”
“Miss you more and finally you're home.”
“Ya, finally!”
Seperti enggan melepaskan pelukannya, baik Kania maupun Gadis saling berselebrasi dalam pelukan mereka. Meskipun air mata tertahan memupuk di kelopak mata masing-masing, kebersamaan yang mereka nantikan beberapa tahun lamanya.
Kania adalah salah satu alasan Gadis kembali ke Jakarta. Kania Prameswari adalah sahabat terbaiknya. Dialah yang selalu ada dan berusaha menemaninya dalam setiap waktu meskipun ia berada dalam kesibukan pada pekerjaannya. Kania bahkan rela untuk menghampirinya tatkala Gadis tinggal di Singapore. Begitupun Gadis yang akan rela menghampiri Kania di Indonesia.
Kania bukanlah sahabat yang mungkin akan menganggapnya lawan, Kania seorang sahabat yang selalu mendukungnya, memuji setiap keberhasilannya, dan menasihatinya dalam segala kegelisahan yang Gadis alami. Bukan soal tentang waktu, tapi tentang komunkasi yang selalu terjalin di antara keduanya sebab baik Kania maupun Gadis akan mengerti kesibukan masing-masing.
Kania tidak akan banyak mengganggu Gadis jika sedang sibuk, begitupun dengan Gadis yang akan memaklumi dirinya. Menurut Gadis, Kania berhak mendapatkan laki-laki terbaik seperti dirinya. Dan bagi Kania, Gadis pun tidak boleh asal memilih lelaki, dia akan membantunya tentu dengan doa agar Gadis mendapatkan pula yang terbaik versinya.
“Gila, lo makin cantik aja, apa efek lagi kasmaran ya?” Ledek Kania yang kemudian melepaskan pelukannya.
“Dih, biasa aja kali gue?” Gadis menahan senyumannya, “bukannya lo ya yang makin cantik sekarang? Jangan-jangan lo yang lagi kasmaran tapi gak ada bilang-bilang sama gue?”
“Sialan lo malah ngebalikin ke gue lagi,” kekeh Kania.
“Jadi gimana?” Tanya Kania lagi, setelah dia membantu membawakan barang Gadis ke kamarnya. “Pilotnya siapa tadi?”
“Kan, brengsek, gue baru juga dateng ya?” Gadis melirik tajam dengan kekehan. Dia kemudian menunjuk pada genggaman Kania. “Et, turunin! Lo diem aja, lo tuh tamu di sini, sekarang gue bikinin lo minum. Tenang aja, nyokap gue udah stok makanan dan minuman sebelum gue balik. Liat aja udah rapi, kan? Udah gak banyak banget yang harus dibenah.”
Kania mengangguk setuju, dia juga mengira bahwa apartemen baru milik sahabatnya ini akan kosong dan berantakan tetapi rupanya ini benar-benar apartemen siap huni yang mungkin hanya perlu beberapa furniture tambahan untuk mengisi ruangan. Bahkan, ini lebih rapih dibandingkan apartemen baru Kania yang belum lama ini ia tempati, sebab Kania masih belum sepenuhnya bebenah di tengah kesibukannya.
Gadis menaruh secangkir kopi untuk Kania di atas meja bar, kemudian keduanya duduk di sana.
“Sialan, gabut banget dong gue ke sini?” Celetuk Kania. “Gue pikir bakal berantakan gila, hadeeuh.”
Gadis terkekeh pelan setelah menyeruput kopinya. “Nggak dong, gue belum bilang ya, kalo ini emang apartemen nyokap gue yang dulu sempet disewain dan sekarang gue tempatin deh. Kalo gue beli baru ya mending deket lo aja gak sih?”
Kania mengangguk. “Gue lupa soal itu jujur. Tapi, iya juga ya? Kalo gitu lo minggu depan yang harus bantu gue bebenah ya, gue belum sempet lagi duuh pusing banget.”
“Iya deh iya yang sibuk banget.” Ledek Gadis.
“Capek gila woy.”
“Ya udah nikmatin aja, tapi jangan dibawa stress, enjoy aja diusahain. Masih untung lo punya pekerjaan 'kan?”
Kania pun mengangguk kemudian menyeruput kopinya lagi.
“Oh ya, gimana soal bisnis lo di sini?”
“Nanti gue cerita deh, jangan sekarang, biarin gue adaptasi dulu sama suasana baru ini okay?” Gadis tersenyum meringis.
“Ah, okay, it's not that deep, basa basi aja kok gue.”
“Najis lo,” Gadis terkekeh. “So are you busy tomorrow?”
“Sayangnya iya, gue banyak kerjaan yang di-pending besok karena gue cuti hari ini 'kan...” “Yaah, padahal gue pengen minta lo temenin keliling dan jalan-jalan besok.”
“Kenapa gak sekarang? Gue niatnya tadi emang mau bantuin lo seharian, tapi setelah melihat nggak ada yang gak beres lagi selain elo ya ya udah aman aja kita cabut sekarang.” Ucap Kania dengan kekehan di akhir kalimatnya.
“Sialan, tapi lo serius sekarang banget? Lo gak capek ya gila?”
“Santai, nggak kok.”
“Okay, let's gooo! Habisin dulu deh ya ini gue udah capek-capek buatnya.”
Kania tertawa kecil. “Iya, Nyonya.”
Sederhana, Kania benar-benar begitu pengertian. Salah satu orang yang tidak akan Gadis temukan di mana pun, sahabatnya yang satu ini, Kania Prameswari. Dia rela meluangkan waktunya di tengah kesibukannya untuk sahabatnya.