Kirana dan Petuahnya.


“Dengerin kata aku ya, semuanya itu bergantung pada diri kamu sendiri, kamu yang berhak menentukan pilihan kamu, Ai. Kalau kamu udah yakinin diri kamu, kamu harus segera ambil keputusan. Ngerti, kan?”

Airin masih mengaduk minumannya seraya mencerna setiap petuah yang keluar dari mulut Kirana—wanita yang kini duduk di hadapannya.

“Aku gak tau, aku bingung banget. Serius deh kak, aku lagi banyak banget yang dipikirin.” Airin menghela napasnya. “Kayak ada aja gitu masalah yang dateng.”

“Ya udah, kamu jangan dulu mikirin banyak hal kalau gitu, pikirin hal yang menurutmu penting aja, tapi ya kamu juga harus kasih jawaban ke lelaki itu—eh, siapa tadi namanya?”

“Mas Wira, Kak.”

“Oh, okay, iya kamu harus kasih jawaban cepet ke Mas Wira. Kalian berarti belum dekat sebulanan ya? Maksud aku, kalian baru aja deket, kan?”

“Baru kenal, Kak, tapi aneh aja gitu dia bisa langsung tanyain soal itu. Mungkin karena dia menganggap perkenalan ini sebagai perjodohan juga kali ya?”

“Mungkin?” Kirana mengedikan bahunya, dia menarik napasnya sejenak lalu menatap Airin intens. “Kamu tau 'kan kalau cinta itu emang enggak terduga, Airin. Bahkan, dia aja datang sebagai orang asing di hidup kamu dan dia datang dengan niat serius sama kamu. Aku rasa itu niat yang bagus, bener-bener harus kamu pertimbangin karena kamu tau? Sekarang itu mulai susah cari lelaki yang serius.” Kirana tersenyum miris, “Revan sekalipun.”