“Mana yang katanya kangen saya?”

Wira meraih pinggang istrinya agar senantiasa lebih dekat di atasnya, oh tidak ini bahkan terlalu dekat hingga napas mereka saling bersahutan. Setiap detik bersama Airin ialah waktu yang berharga bagi Wira, dia bahkan tak ingin menyia-nyiakan itu semua. Lihat saja bagaimana matanya terus terjaga meski dia sangat lelah karena baru tiba di rumah pukul 2 dini hari tadi. Hanya saja karena Airin yang semula menggelayut manja padanya, dia jadi semakin tak ingin segera beristirahat. Rasanya seperti tak ada waktu esok pagi untuk bisa berduaan dengan Airin meski dia libur besok.

Sekarang dia sedikit mengangkat tubuh Airin ke atas pahanya, membiarkan perempuan itu menikmati pelukan hangat suaminya meski sekarang Wira menariknya penuh ke atas pangkuannya. Ah, ini terlalu nyaman dan Airin tak ingin segera beranjak.

“Geli, kumis tipis kamu bikin aku merinding,” gumam Airin saat merasakan Wira menelusupkan kepalanya di ceruk lehernya.

Wira tidak langsung diam, sialnya dia malah membuat Airin tak sengaja mengerang saat merasakan bibir tebal mencecap kulitnya dengan kecupan lembut yang membuatnya menggelinjang.

“Mas… nggak capek? Kamu nggak mau tidur aja?”

“Nggak, saya maunya kamu.”

“Udah mau pagi, Mas,” erang Airin.

“Habis itu kita langsung mandi.”

Sembari merasakan setiap sentuhan yang semakin mengembara di sekujur tubuhnya Airin tak tinggal diam, dia menengadah sambil menarik rambut lelaki itu agar menunduk memandangnya, Wira seperti tenggelam di mata wanitanya hingga dia tak kuasa mencium Airin. Meski tak lama saat istrinya sedang menikmatinya, Wira langsung melepaskan tautannya, Airin menatapnya cemberut.

“Sayang, boleh saya minta untuk ciumin sekujur tubuh saya?”