Mandi Dua Kali


Hari ini menjadi hari pertama bagi Airin dan Wira menjadi sepasang suami istri setelah acara pernikahan mereka kemarin digelar dan berjalan lancar. Malam pertama mereka tidak seperti ‘malam pertama’ para pasangan suami-istri yang lumrah di luar sana karena mereka sibuk berbincang dengan para kerabat yang hadir, lebih tepatnya Wira—yang bertemu dengan teman-teman lamanya seperti layaknya reuni, juga ada rekan-rekan se-profesinya yang turut hadir. Wira juga sempat mengantarkan ibu dan mertuanya pulang meskipun mereka sudah berkata tidak perlu diantar tetapi lelaki itu tetap mengantarkan mereka pulang. Airin tidur lebih awal karena memang tentu mereka lelah seharian dengan acara kemarin, memang berlangsung secara privat tetapi rupanya cukup terhitung banyak yang hadir dari kerabat Wira. Jadi, dia juga harus bertemu dengan banyak orang itu. Untung saja ketiga sahabat Airin dan Leo datang sehingga setidaknya mereka bisa menemani ketegangan dalam diri Airin dan menjadi teman mengobrol wanita itu. Pagi ini Airin bangun agak siang, bahkan saat ia bangun, suaminya tidak ada di sampingnya namun setelah membuka pesan dari Wira rupanya lelaki itu sedang membeli sarapan. Bersamaan dengan Airin yang baru saja keluar dari kamar mandi, terdengar suara bel apartemennya, dan segera ia membukanya. “Dari mana?” Airin menatap Wira dengan mata sayunya, dia melihat suaminya itu menjinjing banyak belanjaan. “Ini saya beliin kamu sarapan, tadinya saya mau masak tapi bingung juga takut tidak suka kamunya, jadi saya beli.” Wira menaruh belanjaannya di dapur, dia mengamati Airin yang mengamatinya dari meja bar. Lelaki itu tersenyum tipis seraya melepaskan jaket jeans yang dikenakannya. “Kamu pakai baju dulu, lalu sarapan.” Airin melirik bathrobe yang dikenakannya lalu memandang Wira. “Mas udah mandi?” “Sudah.” Airin mendekati lelaki itu, dia mengambil jaket yang digenggam Wira. Matanya mendongak mengamati sosok jangkung di hadapannya sekarang—yang masih memandang ke arah lain, sementara Airin semakin memperkecil jarak di antara dia dengan suaminya. “Mau peluk,” ucap Airin. Wira memandang perempuan itu dengan napas yang tertahan, netra mereka bertemu saat itu juga, hanya sekejap sampai Airin menelusup ke dalam dada bidang pria itu, mendekap tubuh Wira sangat erat. Tak ada jarak di antara keduanya hingga Airin mampu merasakan jantung Wira yang sedang berdetak kencang. “Gue bakal sering kayak gini, boleh?” Wira tidak merespon apapun kala itu, dia masih berusaha memutar otaknya dengan jantungnya yang masih berdetak hebat. Naluri lelakinya membuatnya bergerak merengkuh pinggang sang istri, perlahan tapi pasti Wira berusaha membalas pelukan Airin. “Mau cium juga.” Airin merenggangkan pelukannya dan menyeringai menatap sang suami. Napas hangat Airin menari di sekitar leher Wira. “Boleh?” Wira menelan ludahnya susah payah, dia mengalihkan pandangan ke arah lain, tidak sanggup jika ia harus bertatapan lebih lama dengan Airin yang mencoba menggoyahkan dinding pertahanannya itu. Wira berbisik saat mendekati Airin. “Kamu jangan terus menggoda saya, Airin, saya lelaki, terlebih saya suami kamu, saya takut saya hilang kendali dan ini masih pagi. Kamu memangnya mau mandi dua kali, hm?” Sekarang Airin yang hampir sesak napas karena sorot mata Wira yang begitu dalam, nyalinya mendadak ciut seketika padahal dia senang menggoda lelaki itu, namun setelah beberapa saat kemudian ia segera kembali menatap Wira dengan tajam. “Ish, kenapa kok lihatnya gitu?” Airin berjinjit sedikit lalu mengecup sekaligus mengigit pipi suaminya itu gemas, bahkan sampai berbekas, namun setelah itu ia segera berlari masuk ke dalam kamar membiarkan Wira yang meringis seraya memegangi wajahnya yang menjadi korban kekesalan Airin. Wira memegangi wajahnya dan tersenyum menyeringai mengingat tingkah lucu sang istri padanya. Setidaknya ia dapat bernapas lega setelah Airin pergi meninggalkannya. Ya Tuhan, hampir…