Night Changes

cw // mention off kiss


Airin tidak bisa tidur sejak tadi, bahkan ia menyadari saat Wira bangkit dari ranjang karena ia sendiri masih terjaga, perempuan itu tidak bisa tidur karena ada sesuatu yang mengusik pikirannya terlebih setelah ia berkutat dengan ponselnya. Airin memejamkan matanya dan merasakan pikirannya yang kacau, penuh rasa gelisah dan takut dalam dirinya. Ia takut, bahkan ragu pada dirinya sendiri.

Airin berusaha sekuat tenaga menahan air matanya yang hendak jatuh setiap bayangan sosok suaminya itu muncul seketika bahkan ia mengetik pesan melalui ponselnya saking tidak sanggup untuk bangkit dan keluar dari kamar. Dia tidak tahu kenapa kegelisahan ini tiba-tiba muncul di pernikahannya yang bahkan belum seumur jagung.

“Airin.”

Suara berat itu terdengar beriringan dengan pintu kamar yang terbuka dan menampilkan sosok tampan dengan wajah polos menenangkan berkaus putih—yang kemudian berjalan masuk.

Airin menahan napasnya sejenak, matanya sudah berkilap hampir mengeluarkan air mata, namun ia segera mengusak matanya dan beranjak bangkit dari ranjangnya. Matanya yang sayu memandang Wira yang tampak mengerutkan dahinya.

“Kamu kenapa? Kok pucat begitu? Kamu sakit?”

Air muka Wira terlihat khawatir saat melihat Airin yang wajahnya tampak pucat dan matanya memerah. Airin tidak merespon apapun saat itu, dia membeku saat melihat Wira yang masih menatapnya.

“Kamu lapar? Ayo saya buatin kamu makanan ya? Atau mau saya beli makan keluar? Kita pesan makan saja ya?”

Airin mulai mendekat dan menggeleng. “Gak mau.”

“Kamu mau apa? Mau susu atau kue? Ada banyak makanan kok yang kemarin saya beli.”

“Gue gak mau makan.”

“Lalu mau apa?”

Tatapan Airin begitu tajam dengan wajahnya yang tampak serius saat ia memandang lelaki di depannya itu, ia semakin mendekat pada Wira, membuat lelaki itu mulai gelisah dan mencoba mengontrol napasnya yang berderu.

Jarak tidak lagi memisahkan mereka berdua yang bisa saling merasakan hangat napas masing-masing yang bersahutan dengan menggebu.

Jemari lentik Airin bergerak mencengkram tengkuk pria itu yang hanya bisa terpaku dan memberanikan diri menunduk menatap seorang dewi berparas cantik di matanya itu.

Mata Airin perlahan terpejam dalam tangkapan netra pria itu. Napas hangat sang wanita semakin bisa dirasakan oleh pria itu sampai suatu yang lembab menempel dengan ranumnya.

Tangan Wira tanpa sadar bergerak menarik kedua pinggang Airin mendekat dan matanya pun terkatup seiring dengan ciuman yang dilayangkan sang istri.

Ciuman Airin yang semula lembut berubah menjadi sedikit panas, dia mengisap bibir suaminya dan menggigitnya kasar. Wira membuka matanya dan meringis pelan, ia menatap Airin penuh damba dengan napas memburu setelah melepaskan tautannya dengan perempuan itu. “Saya belum ada pengalaman, kamu yang pimpin ya, tapi jangan digigit.”

Wira kembali memagut bibir Airin sebelum wanita itu hendak kembali menciumnya. Wira membiarkan Airin yang lebih mendominasi dalam permainan kali ini seolah ini menjadi sebuah pembelajaran pertama bagi Wira yang masih pemula untuk kedepannya.

Airin pikir dia akan banyak mendominasi, namun ia hampir lupa jika seorang Wira juga ialah lelaki normal yang tentunya memiliki naluri sendiri yang akan membimbing tindakan yang biasanya dilakukan oleh lelaki pada umumnya.

Ya, Wira menjatuhkan tubuhnya yang memeluk perempuan itu berpindah posisi pada sofa di dekatnya. Airin sempat tersentak dengan apa yang dilakukan suaminya tadi, namun pikirannya sudah buyar setelah merasakan tangan besar Wira bergerak mengusap pinggangnya lembut bersamaan dengan bibir mereka yang masih bertaut.

Kupu-kupu bertebaran di perut Airin bersaman dengan jantungnya yang terus berpacu kala melihat sosok tampan itu terpejam di depannya. Tampan. Sangat tampan bahkan Airin tidak masalah jika harus begini sampai pagi nanti.

“Mas,” Airin melepaskan tautan mereka dan menatap Wira dengan napas keduanya yang masih memburu. “Laper.”

Wira tersenyum menyeringai melihat bibir Airin yang bergerak lucu dan tampak merasa tak berdosa setelah memporak-porandakkan batin lelaki itu. Wira mengusap peluh di dahi Airin yang membasahi rambut sang wanita. “Kamu ini ya, nakal.”

“Tapi suka?” Airin kembali mendekat.

“Saya selalu suka apa yang kamu lakukan selagi itu baik, tapi kalau yang tadi,” Wira menahan perkataannya, dia lalu berbisik di dekat daun telinga Airin, napasnya pun terasa hangat. “Jangan sering-sering, kamu buat hati saya berantakan, Airin.”

Airin hampir tak bisa bernapas, namun Wira segera bergerak bangkit seraya membetulkan posisi Airin yang akhirnya lelaki itu gendong ala koala. Airin menenggelamkan wajahnya diceruk leher Wira dan memeluk suaminya erat.

“Mas, jangan tinggalin gue ya.”

Sekali lagi pandangan mereka beradu kala di ambang pintu, Airin bisa melihat senyuman manis dari bibir lelaki yang tampak kebas karena ulahnya itu.

“Kamu yang jangan tinggalin saya.”