Pegangan.
Setelah membaca notifikasi pesan masuk dari ponselnya, Alana langsung menengok ke belakang, benar saja seorang lelaki dengan vespa i-get sprint hitam sudah berada di atas motor. Ya, itu Arion, dia memakai kemeja flanel kotak-kotak.
Alana menghampiri Arion dengan ragu, dia bersumpah ini benar-benar canggung rasanya. Alana tersenyum canggung pada lelaki itu, “Hei.”
“Hm,” sahut Arion. Lelaki itu begitu tampan dilihat secara langsung oleh Alana khususnya, rambut sedikit pirang lurus dan jatuh. Arion menyugar rambutnya ke belakang saat menyodorkan helm. “Nih.”
“Loh, lo gapake?”
Arion menggeleng. “Ga, cuma ada satu.”
“Yaudah, lo aja, gapapa kok.”
“Bisa nurut aja ga?” Arion menatap Alana datar membuat gadis itu langsung merengut dan mengambil helm yang diberikan oleh Arion.
Setelah Alana memakai helm, dia naik di belakang Arion. Dalam hatinya dia bersumpah serapah, sebab ia tidak menyangka meskipun sudah kenal, lelaki ini memang tetap ketus dan cuek. Alana mendengus kasar, membuat Arion menoleh sehingga gadis itu buru-buru menyengir. “Arion, makasih ya, gue beneran gaenak banget. Maaf ngerepotin ya, gue tuh—”
“Bawel,” cibir Arion.
“Ih serius...”
“Iya.”
“Arion, gue boleh pegangan gak?” tanya Alana, suaranya sedikit lebih keras karena saat itu suasananya sangat bising apalagi motor Arion sudah melaju. Alana melirik Arion dari spion, lelaki itu pun meliriknya sekilas. “Arion?”
“Hm,” jawab Arion.
Alana sebenarnya tidak ada niat modus juga, tapi memang kalau naik motor bersama supir ojek sekalipun dia akan memegang bahu sang supir karena sedikit takut dengan keramaian di jalanan. Alana pun memegang bahu Arion.
“Gue bukan abang gojek,” ujar Arion dengan suara pelan.
“Hah?!”
“Pegangnya jangan di bahu, gue bukan supir lo,” ucap Arion dengan nada meninggi.
“Oh, oke, begini?”
Alana melingkarkan kedua tangannya di pinggang Arion, membuat Arion langsung menoleh padanya melalui spion sekilas, dia berusaha tetap memasang wajah dingin dan serius. “Terserah.”