Rumah


“Na, mau di sini?”

Arion menepuk pahanya sambil mengamati Alana yang tampak serius menonton serial drama Korea yang kali ini bergenre thriller, tentunya itu Alana yang ingin karena jujur Arion tidak pernah tertarik menonton film menyeramkan begitu, bukan takut tetapi lebih pada mengerikan saja baginya.

Alana melirik Arion dengan mata memicing. “Kamu takut ya?”

“Dingin,” kata Arion, senyumannya mengembang tipis. Dia kembali menepuk pahanya. “Sini.”

“Mau peluk?” Alana menatap Arion berbinar, lelaki itu mengangguk. “Kamu aneh banget, beda.”

“Apa?”

“Gak tau deh, eh nggak deh, kamu dari dulu emang hobinya modus cuma kalau dulu masih ada gengsi-gengsi. Ya sekarang juga sih, tapi lebih menonjol banget.”

“Apanya?” Arion mengulum senyumnya, melihat tatapan Alana yang tajam membuatnya gemas sendiri dan langsung mengangkat gadis itu ke pangkuannya. “Gemes.”

“Na,” panggil Arion. Lelaki itu menelusup ke leher Alana dan memeluk sang gadis begitu erat. “Bener ya kata orang, kalau habis berantem terus cuddle itu nyenengin banget.”

“Ariooon!” Alana melirik pada Arion yang mengerutkan hidungnya gemas. “Emang kita berantem?”

“Uhm, gak tau, tapi kamu keliatannya marah dan cemburu.”

“Nggak cemburu.”

“Jangan gengsi.”

“Kamu yang cemburuan.”

“Udah nggak.”

Alana mengatupkan bibirnya lalu memalingkan pandangan lagi ke arah televisi di depan sana, sudah hampir terlewat bagian menegangkan dalam serial tersebut, membuat Alana menggerutu kesal. “Kamu sih!”

“Ya udah, tidur aja kamu.”

“Kok tidur sih?”

“Iya, katanya capek?” Arion tersenyum ringis. “Apa capek sama aku?”

“Nggak tau. Kamu juga merasa gitu kan?”

“So, artinya kita lagi sama-sama capek, menurut kamu?”

Alana mengangguk.

“Kamu terlalu sibuk.”

Alana melirik Arion. “Kamu nggak ngertiin aku.”

“Kalau nanti kuliah, aku harap kamu bisa lebih pinter ngatur waktu ya,” ujar Arion, lelaki itu menusuk pipi Alana. “Aku masih butuh kamu.”

“Kamu lagi kenapa? Kamu lagi ada masalah kemarin bilang?” tanya Alana.

Arion tersenyum menggeleng. Alana mengerucutkan bibirnya, dia menoleh ke Arion seraya mengangkat tangannya ke atas. “Mau diusapin?”

Arion tersenyum, lalu memejamkan matanya kala Alana mengusap rambutnya dengan tatapan yang teduh. “Kangen kamu.”

“Aku lebih.”

Alana menangkup wajah Arion. “Mau peluk.”

“Sini.”

Alana menelusup dada Arion dan mencari posisi ternyaman kala kepalanya bersandar pada lelaki itu, sementara Arion memeluknya tak kalah erat dengan menelusup pula pada ceruk gadis itu yang terhalangi oleh rambut panjang Alana.

“Rambut kamu ngalangin,” Arion terkikik geli.

“Mau sun,” pinta Alana.

Arion merenggangkan pelukannya, dia menyeringai geli saat bertukar pandang dengan Alana yang ada di pelukannya. Lelaki itu mengecup pipi Alana lembut.

“Sebelahnya,” ujar Arion.

Alana mengangkat pipi sebelah kirinya yang setelah itu langsung dikecup sekaligus diendus lama oleh lelaki itu.

“Kamu mau?” Alana menahan senyum.

Arion mengangguk, dia memajukan kepalanya dan berbisik pelan. “Tapi nggak mau di pipi.”

Melihat seringaian tipis dari bibir Alana membuat lelaki itu seolah tersenyum penuh kemenangan terutama saat Alana mulai memajukan kepalanya mendekat, namun sebelum terlalu jauh, Arion menangkup wajah gadis itu duluan. “Kamu itu rumah satu-satunya sekarang, semoga aku bisa menetap.”

Lalu setelah itu Arion mencuri start terlebih dahulu kala ia memagut ranum kekasihnya dengan matanya yang terpejam. Perasaan rindunya tersalurkan melalui pagutan lembut tanpa menuntut yang diciptakan oleh pria itu, mencoba mengekspresikan bentuk cinta dan kasihnya dengan perasaan yang diterima oleh Alana yang perlahan membalas rasa itu dengan nanar yang terkatup seolah hanyut dalam rasa yang ia coba pahami kala itu.

***