Strawberry
“Airin, saya boleh masuk?”
Setelah dua kali Wira mengetuk pintu kamarnya yang tidak ada jawaban dari Airin dari dalam, ia pun segera membuka pintu kamarnya dengan ragu dan berjalan masuk melihat ke sekelilingnya, namun dia tidak menemukan sosok istrinya.
“Kamu masih di kamar mandi ya?” Wira mengetuk sekali pintu kamar mandi untuk memastikan, setelah menaruh baju yang dia pinjam dari sang ibu untuk Airin. “Ya sudah, bajunya saya taruh di ranjang ya, sesudahnya kamu langsung turun ya, kita makan sama-sama.”
Baru saja Wira hendak melangkah pergi, namun suara Airin —yang baru saja keluar dari kamar mandi seolah menahannya. “Mas, tunggu.” Wira menoleh pada Airin namun spontan ia membuang pandangannya ke arah lain setelah melihat wanita itu keluar dengan mengenakan handuk saja. Melihat reaksi Wira yang tampak lucu membuat Airin tersenyum menyeringai.
“Makasih ya.”
“Iya, saya boleh keluar duluan?”
“Engga, aku belum selesai minta tolongnya.” Airin berjalan mendekati Wira yang masih enggan memandangnya. Perempuan itu memang senang sekali kelihatannya melihat suaminya mendadak kikuk kalau sudah ia goda, buktinya dia sekarang memegang lengan Wira. “Liat sini dulu.”
Wira pun menoleh pada istrinya, alisnya mengangkat sebelah, lelaki itu bersuara nyaris tak terdengar. “Apalagi yang bisa saya bantu?”
“Nanti tolong kepangin rambut aku lagi boleh?”
Lelaki itu hanya mengangguk setelah akhirnya mereka berdua saling berhadapan, Wira menatap mata Airin yang memandangnya dengan mata sayu khas wanita itu. “Iya boleh.”
Seperti biasa jika berhadapan dengan Airin, jantungnya selalu tidak bisa dikontrol, bahkan tubuhnya tetap tegap berdiri seolah membeku di tempat. Wira melirik pergerakan tangan perempuan itu seiring dengan jarak mereka yang semakin menipis, jemari Airin menyentuh permukaan atas bibirnya yang ditumbuhi sedikit rambut halus. “Belum cukur lagi?”
Wira menelan ludahnya, sejenak dia berusaha tetap mengontrol diri dan berusaha tidak ter-distract oleh wanita yang mulai membuatnya tak karuan. Belum lagi harum strawberry yang menguar dari tubuh sang istri. Awalnya Wira hanya diam tak merespon apa yang dilakukan sang istri, sampai akhirnya jemari lentik Airin bergerak menyentuh bibirnya yang spontan membuat tubuh Wira berdesir, lelaki itu segera memegang tangan sang istri dan menatap nanar indah yang berkilap di hadapannya.
“Ai.”
“Hm?”
Wira memajukan wajahnya setelah menurunkan tangan Airin dari wajahnya, helaan napasnya dapat dirasakan oleh sang wanita yang spontan menahan napasnya. “Kamu kalau lagi mandi, jangan lupa kunci pintu ya, kalau yang masuk bukan saya gimana?”
Airin mengangguk, wajahnya bersemu merah kala bertatapan dengan Wira, namun lelaki itu tidak berlama-lama sampai akhirnya kembali mengalihkan pandangan dan menjauh. “Sudah ya, kamu pakai baju dulu, nanti kedinginan.”
“Ih tungguin,” kata Airin, dia menahan tangan Wira.
Wira kembali memandang perempuan itu. “Saya tunggu di luar.”
“Mau cium.” Airin mengerucutkan bibirnya seraya melingkarkan tangannya di tengkuk Wira—yang kembali kikuk dan tidak merespon sama sekali. Jadi lah perempuan itu yang hendak memulai, namun Wira kembali menjauh.
“Saya kotor habis cuci mobil.”
“Ya udah.”
Airin merotasikan bola matanya malas seraya tergerak melepaskan pelukannya pada leher suaminya semula hingga sebuah tangan besar menarik pinggangnya agar ia kembali mendekat.
Helaan napas Wira terasa menerpa kulit wajah Airin, lelaki itu tampak berusaha mengontrol diri meskipun dia tidak bisa sebenarnya berhadapan dalam situasi ini yang baginya sangat berat. Terlebih istrinya itu pandai mempermainkan perasaannya yang semakin menggebu-gebu kala dihadapkan dengan hazel dewi berparas cantik di hadapannya, Airin.
“Apa?” ketus Airin.
“Kamu wangi strawberry.“
Airin masih mengamati lelaki itu dengan sinis meskipun dirinya mulai tak mampu lama-lama bertatapan dengan Wira.
Wira menarik napasnya sekali lagi, dia bersuara lembut. “Mau saya cium di sebelah mana?”