The Night Sky of Pudong.
07.15 pm
William baru saja keluar dari kamar mandi, lelaki itu tampak menggosok rambut basahnya dengan handuk kecil di lehernya. Dia belum mengenakan atasan sehingga bagian tubuh atasnya masih toples dengan bawahan celana jeans hitam.
William menghentikan langkahnya saat ia mengamati Arasha tampak sedang menikmati pemandangan kota Pudong dari jendela kamar mereka. Gadis itu sesekali mengambil gambar menggunakan ponselnya seolah takjub dengan keindahan cakrawala Shanghai kala itu yang dilihat dari gedung yang memiliki 58 lantai ini.
William bergerak perlahan mendekati gadis itu sambil memakai kaos putihnya yang kini melekat pada badan bidangnya.
“Sedang apa?”
Arasha tersentak saat merasakan William melingkarkan kedua tangannya di pinggang rampingnya, dia sontak menoleh dan berusaha melepaskan pelukan lelaki itu. Arasha bisa mencium aroma tubuh William yang sangat khas apalagi lelaki itu baru saja selesai mandi, aromanya sangat menguar. “Lepaskan aku.”
“Tidak mau.”
Arasha menghela napasnya, dia sudah tau jika sudsh begini posisinya sangat mematikan, apalagi William kini menyibakkan rambutnya ke belakang dan Arasha bisa merasakan hidung mancung William menyentuh lehernya. Tubuh Arasha merinding seketika merasakan tangan besar lelaki itu merengkuh tubuhnya seolah membiarkan kepala Arasha bersandar di dadanya.
“Kau wangi sekali, hm.”
Arasha meneguk ludahnya susah payah, dia berusaha tetap fokus karena ia benci ketika ia merasa nyaman diperlakukan manis oleh sosok evil itu. Ia segera mencari cara untuk setidaknya tidak membuat suasana mencekam begini di matanya.
“Sir,” panggil Arasha.
“Arasha,” panggil William di saat yang bersamaan pula.
“Kau dulu,” ujar Arasha.
William memejamkan matanya saat dia menelusup pada leher jenjang gadis itu meskipun matanya bisa menangkap pemandangan langit Pudong malam ini. William berbisik pelan. “Soal yang tadi, aku minta maaf.”
Arasha sudah tahu kemana pertanyaan itu akan mengarah, dia hanya mengangguk pelan, kemudian dia berbalik badan menghadap sosok William yang sedikit terkejut. William tersenyum menyeringai saat ia dengan sengaja menarik pinggang Arasha menjadi lebih dekat dengannya. “Sir, aku ...”
“Hm?”
William masih mengamati gerak bibir gadis itu yang menggemaskan, dia menunggu apa yang selanjutnya diucapkan oleh Arasha.
“Aku lapar.”
William memutar bola matanya dengan seringaian tipis sebelum dia memajukan kepalanya menarik Arasha lebih dekat. “Kau mau makan?”
“Memangnya kalau bukan makan apalagi?!”
“Ini,” ujar William saat dia hendak mencium gadis itu namun Arasha segera menahan wajahnya, namun hanya sebentar karena gadis itu tampak langsung takut melihat tatapan William. “Kiss me before that.“
Arasha mengerut dengan mata yang sendu, “aku mau makan bukan ingin menciummu.”
“Ini saja.” William memajukan pipinya mendekati Arasha, gadis itu sempat mendengus kesal sampai akhirnya ia mengecup pipi William mau tidak mau. Namun belum berhenti sampai di situ, lelaki itu menyodorkan pipi sebelahnya yang lain.
“Sudah!” Arasha melotot, William terkekeh pelan seraya mengacak rambut gadis itu setelah merenggangkan pelukannya.
Belum semenit lelaki itu memasang senyuman, wajahnya langsung berubah menjadi sosok William yang arogan, dia mengamati Arasha sejenak. Dia mengamati dress yang dikenakan gadis itu. “Put on your coat.“