“William Alexander Wolfed.”
William memutar bola matanya jengah saat kali pertamanya ia menginjakan kaki di depan meja bar—yang sudah ada dua orang lelaki duduk di sana. Jefferey, lelaki yang memakai jaket jeans biru dan kaos hitam tampak tersenyum miring pada William. Berbeda dengan seorang lelaki dewasa yang mengenakan kemeja hitam itu, dia tampak bangkit dan langsung memeluk William.
William tidak membalas pelukan itu sama sekali, tidak juga berekspresi, wajahnya datar tetapi tatapannya sangat tajam.
“Bagaimana kabarmu?” tanya John, senyuman liciknya bisa dilihat jelas oleh William. John kembali duduk seraya meraih gelas kecil dan menyodorkannya pada William. “Hidup semakin menyenangkan, bukan?”
William tersenyum satu sisi seraya meraih gelas itu dan meminumnya dengan sekali teguk. Dia duduk di samping John, pandangannya lurus dengan posisi menghadap ke luar. “Bagaimana dengan kau? Kurasa hidup terasa semakin malang.”
“Hidupku jauh lebih baik,” jawab John, melirik dengan seringaian pada William.
“Sebenarnya acara reuni tidak termasuk di agendaku malam ini, mungkin aku akan langsung to the point.”
William melirik Jefferey, “kau sudah membawa sertifikat kemarin? Jangan lupa dengan dokumen-dokumen yang aku minta, ah satu lagi ... ku rasa kau diharuskan pergi ke sana untuk mengurus semuanya setelah ini, so persiapkan jadwalmu.”
Jefferey pun berdiri, dia memberikan data-data