“William Alexander Wolfed.”

William memutar bola matanya jengah saat kali pertamanya ia menginjakan kaki di depan meja bar—yang sudah ada dua orang lelaki duduk di sana. Jefferey, lelaki yang memakai jaket jeans biru dan kaos hitam tampak tersenyum miring pada William. Berbeda dengan seorang lelaki dewasa yang mengenakan kemeja hitam itu, dia tampak bangkit dan langsung memeluk William.

William tidak membalas pelukan itu sama sekali, tidak juga berekspresi, wajahnya datar tetapi tatapannya sangat tajam.

“Bagaimana kabarmu?” tanya John, senyuman liciknya bisa dilihat jelas oleh William. John kembali duduk seraya meraih gelas kecil dan menyodorkannya pada William. “Hidup semakin menyenangkan, bukan?”

William tersenyum satu sisi seraya meraih gelas itu dan meminumnya dengan sekali teguk. Dia duduk di samping John, pandangannya lurus dengan posisi menghadap ke luar. “Bagaimana dengan kau? Kurasa hidup terasa semakin malang.”

“Hidupku jauh lebih baik,” jawab John, melirik dengan seringaian pada William.

“Sebenarnya acara reuni tidak termasuk di agendaku malam ini, mungkin aku akan langsung to the point.”

William melirik Jefferey, “kau sudah membawa sertifikat kemarin? Jangan lupa dengan dokumen-dokumen yang aku minta, ah satu lagi ... ku rasa kau diharuskan pergi ke sana untuk mengurus semuanya setelah ini, so persiapkan jadwalmu.”

Jefferey pun berdiri, dia memberikan tas hitam yang bisa dipastikan berisi data-data yang sempat diminta oleh William sebelumnya, sebelum menyodorkannya Jeff tampak menahan tas tersebut dan menatap William tajam. “Aku tidak bisa percaya dengan kau, aku akan tau apa yang ingin kau rencanakan setelah ini.”

William tersenyum tipis, dia menaikkan alisnya sebelah. “Ya, jelas, sebaiknya kau harus banyak mencari tau.”

“Ingat, aku sudah tau seberapa busuknya kau, jangan pikir aku akan mudah terperangkap olehmu,” ujar Jeff.

“Bagus kalau kau sudah tau, aku tidak perlu repot-repot mengungkap kebusukanku.”

“Jadi, rencana apa yang ingin kau lakukan?!”

William mengangkat wajahnya seraya berjalan mendekati dirinya dengan Jeff, dia menepuk bahu lelaki itu dua kali. “Selama kau bisa menjaga nama baikku, tidak ada yang perlu aku lakukan.”

Jeff menepis tangan lelaki itu, dia melirik pada John. “Kau tau, aku memang akan berusaha tidak membongkar masa lalumu, tetapi aku tidak yakin apakah ...”

William melirik John sekilas, “urusanku dengan pamanku tidak akan menjadi urusanmu. Jangan lupa jika aku mendominasi di antara kalian berdua.” William tersenyum smirk.

John mengepalkan tangannya kuat, dia benci melihat keangkuhan sosok William yang tak lain dan tak bukan ialah keponakannya. Dia benci melihat bagaimana sosoknya seolah dipandang rendah oleh William.

“Aku datang bukan ingin berkelahi, aku lebih tertarik menyelesaikan semuanya menggunakan otak,” William merebut tas yang diberikan Jeff, dia lalu kembali ke tempatnya duduk—pandangannya masih mengarah pada dua orang itu secara bergantian. Dia meneguk botol alkohol yang sempat dipesannya, “itu pun jika kalian berdua masih memilikinya.”

“Brengsek,” Jeff sudah hampir maju mendekati William kalau tidak Travis yang tiba-tiba datang, Jeff sontak terkejut akan kehadiran lelaki itu. “Kau?!”

William tertawa kecil, dia mengangguk samar seraya menyugar rambutnya saat memandang Travis. “Nice shot. Kau datang di saat yang tepat.”

Travis tersenyum dan merangkul Jeff. Dia memandang pada William dan Jeff secara bergantian. “Aku tidak akan membiarkan dua orang yang pernah bersahabat saling menumpahkan darah.”

William menyibir, “*phatetic.”