The Scent of Woman
Kenampakan ruangan billiard yang bergaya vintage menjadi pemandangan pertama yang Arasha lihat setelah lelaki jangkung yang kini sudah terlebih dahulu masuk ke dalam ruangan tersebut tampak sedang menggulung kemeja putihnya sebatas siku. Ruangan ini benar-benar berbeda dengan ruang biliard yang terdapat di penthouse lelaki itu, jelas saja sebab arsitektur di sini senada dengan setiap elemen yang ada pada bangunan tinggi itu, namun bisa Arasha pastikan bahwa ini bukanlah gaya seorang William Wolfed sebab lelaki itu akan lebih senang dengan ruangan yang bergaya minimalis modern lengkap dengan segala furnitur berbahan marmer dan stainless steel.
Tatapan mata Arasha jelas saja berusaha terus menyusuri setiap sisi ruangan ini yang begitu cantik, lampu yang berwarna kekuningan tampak harmoni dengan ruangan yang hampir setiap furniturenya berwarna kecoklatan. Arasha berjalan memandangi setiap sudut ruangan ini terutama ia tertarik pada deretan buku yang berjejer rapi di dalam rak yang sebagian besar di sana berbahasa China yang jelas tidak dipahami oleh gadis itu.
“You know this isn't my vibes,” ujar William.
Lelaki itu tampak setengah duduk di atas meja biliard sambil mengamati Arasha yang menoleh padanya sekilas, William mengeluarkan vape-nya dari dalam saku dan mulai mengisap benda berisi liquid itu, tangannya terangkat menyugar rambutnya ke belakang lalu membuka kancing kemejanya paling atas. Sosok tampan berdarah China blasteran itu mulai mengepulkan asap yang mengepul besar dari mulutnya lalu dia melangkah ke arah sebuah meja untuk selanjutnya menuangkan sebotol rum itu ke dua gelas takar kecil.
Kini William melihat gadis itu mulai tertarik pada sebuah lukisan wanita Tionghoa yang tampak mencolok dalam ruangan ini, belum lagi lukisan itu tampak hidup dengan wajah cantik sang wanita Tionghoa yang bak seorang dewi.
“Perempuan memang mampu menyihir dunia, bahkan hingga meruntuhkannya.”
Arasha sempat tersentak saat dari belakang William tiba-tiba hadir dan menyodorkannya gelas rum yang dibawakan oleh pria itu, Arasha yang sebenarnya ingin menolak minuman beralkohol itu mau tak mau menerima setelah melihat tatapan elang pria tampan itu. Selang beberapa lama, William merangkul pinggang gadis itu, masih tanpa berdosa mengamati lukisan di hadapan mereka meski Arasha sudah memberikan tatapan tajam padanya. Dia meminum rum-nya dengan sekali teguk lalu menunjuk sosok wanita di lukisan itu dengan tangan yang memegang gelas.
“Percaya atau tidak, aku meyakini bahwa apa yang baru saja aku katakan itu tidak dapat dipungkiri lagi kenyataannya.” William melirik Arasha sekilas. “Kau tahu siapa perempuan ini? Dia adalah Xi Shi, salah satu wanita tercantik sepanjang sejarah China. Dia yang membuat sebuah negara besar menjadi hancur.”
“Bagaimana bisa dia melakukan itu?” tanya Arasha.
“Habiskan minumanmu jika kau ingin aku melanjuti cerita itu,” ujar William.
Mendengar hal tersebut Arasha segera memutar bola matanya malas, ia hampir saja beranjak dan tidak ingin mendengarkan cerita William kalau saja lelaki itu tidak kembali mengeratkan rangkulannya setelah menaruh gelas kosongnya di meja, berikut dengan gelas penuh milik Arasha.
Lelaki itu mengambil kesempatan untuk memeluk Arasha dengan dua tangan kosongnya dari belakang. Dia berbisik tepat di telinga perempuan itu. “Kau tahu? Kecantikan seorang Xi Shi ini dinilai mampu menyihir siapa saja yang melihatnya dalam sekali pandang. Diceritakan dalam buku The Art of Seduction karangan Robert Greene, pada abad 5 SM Kerajaan Yue berperang dengan kerajaan Wu. Pada tahun 494 Fu Chai, raja Wu mengalahkan Gou Jian, sang raja Yue. Gou Jian ditangkap dan dipaksa untuk tunduk dengan membayar upeti rutin kepada Wu.”
“Lalu?”
“Tentu saja Gou Jian tidak terima dengan kekalahan tersebut, maka dari itu dia ingin berusaha menaklukan Fu Chai dengan memberikan sebuah persembahan yang tak lain ialah perempuan cantik yang bernama Xi Shi. Taktik itu berhasil dan bahkan Fu Chai takluk pada sosok Xi Shi itu.” William mengusap wajah Arasha lembut. “Tanpa sadar, begitu terbuainya sosok Fu Chai terhadap Xi Shi membuat ia lalai akan segala urusan pemerintahan kerajaannya dan lebih senang menghabiskan waktunya bersama Xi Shi.”
Lelaki itu menyelipkan rambut Arasha ke dalam telinga, “lalu, ketika kerajaan Wu mulai kacau, tergeraklah sosok raja Yue untuk menyerang dan pada akhirnya Gou Jian berhasil mengambil alih kerajaan Wu. Setelah kematian Fu Chai, Xi Shi pun tidak diketahui lagi keberadaannya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa dia telah menikah lagi atau dia telah diperintahkan oleh Gou Jian untuk menenggelamkan diri ke sebuah danau agar tidak ada lagi yang memanfaatkan kecantikannya.”
Arasha hanya memanggut-manggut, dia memandangi sosok William yang tampak menatapnya dalam tanpa berkedip cukup lama. “Xi Shi tidak jauh berbeda dengan sosok kakakmu, Alanda.”