winwincure

Messed Up


Why are you so mad of me huh? Did you got jelous after saw me kissing another girl?

Messed Up


Why are you so mad of me huh? Did you got jelous after saw me kissing another girl?

Arasha memutar bola matanya jengah, dia mengamati sosok lelaki berkemeja putih yang sudah menghabiskan hampir dua botol boubon whisky dan sekarang lelaki itu meminta satu botol lagi kepada sang bartender. William sangat kacau, penampilannya berantakan, dan matanya memerah.

Belum lagi saat Arasha hendak menghampirinya tadi, lelaki itu didampingi oleh dua orang penghibur yang bahkan salah satunya berciuman dengan William. Arasha merasa kesal, jelas, bisa-bisanya lelaki itu malah bermesraan dengan perempuan lain tanpa tau diri jika dia sudah bertunangan.

“Aku tidak cemburu, Bodoh!”

William menyeringai lalu merangkul pundak Arasha dan berbisik pelan. “I can kiss and fuck every girl if you wouldn't come, but you know, Darling, there's no one who can playing so well like you.

William mencium leher Arasha lembut, ciumannya itu berlangsung lama belum lagi dengan racauan tidak jelas yang keluar dari bibir lelaki itu. Aroma alkohol melekat dengan tubuhnya yang terasa hangat kala ia menggenggam tangan Arasha.

Sir, sudah!” Arasha mendorong William menjauh darinya sehingga lelaki itu segera melepas rangkulannya. “Kau sudah mabuk parah, ayo pulang!”

Messed Up


Why are you so mad of me huh? Did you got jelous after saw me kissing another girl?

Arasha memutar bola matanya jengah, dia mengamati sosok lelaki berkemeja putih yang sudah menghabiskan hampir dua botol boubon whisky dan sekarang lelaki itu meminta satu botol lagi kepada sang bartender. William sangat kacau, penampilannya berantakan, dan matanya memerah.

Belum lagi saat Arasha hendak menghampirinya tadi, lelaki itu didampingi oleh dua orang penghibur yang bahkan salah satunya berciuman dengan William. Arasha merasa kesal, jelas, bisa-bisanya lelaki itu malah bermesraan dengan perempuan lain tanpa tau diri jika dia sudah bertunangan.

“Aku tidak cemburu, Bodoh!”

William menyeringai lalu merangkul pundak Arasha dan berbisik pelan. “I can kiss and fuck every girl if you wouldn't come, but you know, Darling, there's no one who can playing so well like you.

William mencium leher Arasha lembut, ciumannya itu berlangsung lama belum lagi dengan racauan tidak jelas yang keluar dari bibir lelaki itu. Aroma alkohol melekat dengan tubuhnya yang terasa hangat kala ia menggenggam tangan Arasha.

Sir, sudah!” Arasha mendorong William menjauh darinya sehingga lelaki itu segera melepas rangkulannya. “Kau sudah mabuk parah, ayo pulang!”

“Tidak, kau ikut aku,”

William bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan gontai seraya menarik tangan Arasha, dia terus berjalan setengah sadar seraya menenggak bourbon di genggaman satunya. Arasha merasa asing dengan perilaku William yang tampak lebih liar dari biasanya, mungkin ini menjadi kali kedua lelaki itu membawanya ke hiburan malam seperti ini.

Where the hell we're going?!

Lelaki itu rupanya membawa Arasha ke tengah lantai dansa, Arasha mengamati William yang mulai menggerakan tubuhnya sesuai dengan alunan musik yang dimainkan oleh sang pemandu lagu.

Let's dance.” William menarik kedua tangan Arasha melingkar di tengkuknya, tidak sampai di situ kemudian lelaki itu menyodorkan minumannya pada sang gadis. William mencengkram pipi Arasha sehingga mulutnya gadis itu terbuka kemudian ia mencekokkan alkoholnya pada Arasha. “Minum.”

Arasha mau tak mau menelan minuman yang melebur di mulutnya sehingga membasahi pakaiannya. Dia memejamkan mata merasakan hangatnya sensasi minuman yang dicekoki oleh William itu.

“Minum lagi.”

William mengangkat minumannya tinggi-tinggi dengan satu tangannya membuka mulut Arasha lalu dia menuangkan alkoholnya sekali lagi. Dia menyeringai puas melihat Arasha yang menatapnya tajam. “Good girl.

William meraih pinggang gadis itu, merapatkan tubuh mereka sehingga tak berjarak tanpa peduli keramaian yang menyelimuti mereka. Lelaki itu menyodorkan bourbon-nya pada Arasha sehingga kedua tangannya bisa sepenuhnya bermain di pinggang gadis itu. “Habiskan.”

Arasha menggeleng, “aku tidak mau mabuk di sini.”

“Lalu kau mau kita mabuk di mana hm?”

Messed Up


Why are you so mad of me huh? Did you got jelous after saw me kissing another girl?

Arasha memutar bola matanya jengah, dia mengamati sosok lelaki berkemeja putih yang sudah menghabiskan hampir dua botol boubon whisky dan sekarang lelaki itu meminta satu botol lagi kepada sang bartender. William sangat kacau, penampilannya berantakan, dan matanya memerah.

Belum lagi saat Arasha hendak menghampirinya tadi, lelaki itu didampingi oleh dua orang penghibur yang bahkan salah satunya berciuman dengan William. Arasha merasa kesal, jelas, bisa-bisanya lelaki itu malah bermesraan dengan perempuan lain tanpa tau diri jika dia sudah bertunangan.

“Aku tidak cemburu, Bodoh!”

William menyeringai lalu merangkul pundak Arasha dan berbisik pelan. “I can kiss and fuck every girl if you wouldn't come, but you know, Darling, there's no one who can playing so well like you.

William mencium leher Arasha lembut, ciumannya itu berlangsung lama belum lagi dengan racauan tidak jelas yang keluar dari bibir lelaki itu. Aroma alkohol melekat dengan tubuhnya yang terasa hangat kala ia menggenggam tangan Arasha.

Sir, sudah!” Arasha mendorong William menjauh darinya sehingga lelaki itu segera melepas rangkulannya. “Kau sudah mabuk parah, ayo pulang!”

“Tidak, kau ikut aku,”

William bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan gontai seraya menarik tangan Arasha, dia terus berjalan setengah sadar seraya menenggak bourbon di genggaman satunya. Arasha merasa asing dengan perilaku William yang tampak lebih liar dari biasanya, mungkin ini menjadi kali kedua lelaki itu membawanya ke hiburan malam seperti ini.

Where the hell we're going?!

Lelaki itu rupanya membawa Arasha ke tengah lantai dansa, Arasha mengamati William yang mulai menggerakan tubuhnya sesuai dengan alunan musik yang dimainkan oleh sang pemandu lagu.

Let's dance.” William menarik kedua tangan Arasha melingkar di tengkuknya, tidak sampai di situ kemudian lelaki itu menyodorkan minumannya pada sang gadis. William mencengkram pipi Arasha sehingga mulutnya gadis itu terbuka kemudian ia mencekokkan alkoholnya pada Arasha. “Minum.”

Arasha mau tak mau menelan minuman yang melebur di mulutnya sehingga membasahi pakaiannya. Dia memejamkan mata merasakan hangatnya sensasi minuman yang dicekoki oleh William itu.

“Minum lagi.”

William mengangkat minumannya tinggi-tinggi dengan satu tangannya membuka mulut Arasha lalu dia menuangkan alkoholnya sekali lagi. Dia menyeringai puas melihat Arasha yang menatapnya tajam. “Good girl.

William meraih pinggang gadis itu, merapatkan tubuh mereka sehingga tak berjarak tanpa peduli keramaian yang menyelimuti mereka. Lelaki itu menyodorkan bourbon-nya pada Arasha sehingga kedua tangannya bisa sepenuhnya bermain di pinggang gadis itu. “Habiskan.”

Arasha menggeleng, “aku tidak mau mabuk di sini.”

“Lalu kau mau kita mabuk di mana hm?”

“Kau ini kenapa?”

William menggertakkan rahangnya, matanya yang memerah menatap Arasha tajam. Dia merebut botol minumannya dan kembali berusaha mencekoki pada Arasha. “Jangan banyak tanya.”

“Uhh, fuck you jerk.” Arasha memuntahkan minuman yang memenuhi mulutnya bahkan bajunya juga terkena tumpahan minuman dengan bau menyengat itu. Sementara lelaki di hadapannya hanya tersenyum kesetanan tanpa melepaskan pelukannya pada sang gadis. “If we're drunk too much, we're both will be unconscious and how could we go home, Stupid?!

We can stay along together untill sunrise.

Arasha tidak habis pikir dengan jalan pikiran lelaki yang ia pikir sudah dewasa itu, beginilah sifatnya jika sedang bermasalah meskipun Arasha tidak tahu apa yang sedang dihadapi oleh William tapi dia bisa menebak jika lelaki itu sedang tidak baik-baik saja.

“Kita pulang sekarang.”

Arasha sekuat tenaga memapah William keluar dari kerumunan orang-orang yang tengah menikmati alunan sang pemandu lagu dan menari riang bahkan tidak sadarkan diri. Dia tidak mau jika berlama-lama di sini dengan kondisi William yang tampaknya sudah sangat kacau dan pasti akan merepotkannya terus menerus apalagi kalau mereka tidak segera pulang.

Gadis itu juga sebenarnya sudah mual setelah dicekokki bourbon yang rasanya begitu kuat dengan kadar alkohol yang tinggi, dia juga takut kalau itu akan segera berpengaruh pada dirinya dan membuat suasana semakin mencekam.

William memeluk leher Arasha kuat karena dirinya yang sudah setengah sadar itu semakin melemas. Napasnya begitu panas kala lelaki itu menyusupkan kepalanya pada tengkuk Arasha. Dia bergumam pelan. “Arasha, aku benci kegagalan.”


Messed Up

![] (https://i.imgur.com/ekx4gnM.jpg)


Why are you so mad of me huh? Did you got jelous after saw me kissing another girl?

Arasha memutar bola matanya jengah, dia mengamati sosok lelaki berkemeja putih yang sudah menghabiskan hampir dua botol boubon whisky dan sekarang lelaki itu meminta satu botol lagi kepada sang bartender. William sangat kacau, penampilannya berantakan, dan matanya memerah.

Belum lagi saat Arasha hendak menghampirinya tadi, lelaki itu didampingi oleh dua orang penghibur yang bahkan salah satunya berciuman dengan William. Arasha merasa kesal, jelas, bisa-bisanya lelaki itu malah bermesraan dengan perempuan lain tanpa tau diri jika dia sudah bertunangan.

“Aku tidak cemburu, Bodoh!”

William menyeringai lalu merangkul pundak Arasha dan berbisik pelan. “I can kiss and fuck every girl if you wouldn't come, but you know, Darling, there's no one who can playing so well like you.

William mencium leher Arasha lembut, ciumannya itu berlangsung lama belum lagi dengan racauan tidak jelas yang keluar dari bibir lelaki itu. Aroma alkohol melekat dengan tubuhnya yang terasa hangat kala ia menggenggam tangan Arasha.

Sir, sudah!” Arasha mendorong William menjauh darinya sehingga lelaki itu segera melepas rangkulannya. “Kau sudah mabuk parah, ayo pulang!”

“Tidak, kau ikut aku,”

William bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan gontai seraya menarik tangan Arasha, dia terus berjalan setengah sadar seraya menenggak bourbon di genggaman satunya. Arasha merasa asing dengan perilaku William yang tampak lebih liar dari biasanya, mungkin ini menjadi kali kedua lelaki itu membawanya ke hiburan malam seperti ini.

Where the hell we're going?!

Lelaki itu rupanya membawa Arasha ke tengah lantai dansa, Arasha mengamati William yang mulai menggerakan tubuhnya sesuai dengan alunan musik yang dimainkan oleh sang pemandu lagu.

Let's dance.” William menarik kedua tangan Arasha melingkar di tengkuknya, tidak sampai di situ kemudian lelaki itu menyodorkan minumannya pada sang gadis. William mencengkram pipi Arasha sehingga mulutnya gadis itu terbuka kemudian ia mencekokkan alkoholnya pada Arasha. “Minum.”

Arasha mau tak mau menelan minuman yang melebur di mulutnya sehingga membasahi pakaiannya. Dia memejamkan mata merasakan hangatnya sensasi minuman yang dicekoki oleh William itu.

“Minum lagi.”

William mengangkat minumannya tinggi-tinggi dengan satu tangannya membuka mulut Arasha lalu dia menuangkan alkoholnya sekali lagi. Dia menyeringai puas melihat Arasha yang menatapnya tajam. “Good girl.

William meraih pinggang gadis itu, merapatkan tubuh mereka sehingga tak berjarak tanpa peduli keramaian yang menyelimuti mereka. Lelaki itu menyodorkan bourbon-nya pada Arasha sehingga kedua tangannya bisa sepenuhnya bermain di pinggang gadis itu. “Habiskan.”

Arasha menggeleng, “aku tidak mau mabuk di sini.”

“Lalu kau mau kita mabuk di mana hm?”

“Kau ini kenapa?”

William menggertakkan rahangnya, matanya yang memerah menatap Arasha tajam. Dia merebut botol minumannya dan kembali berusaha mencekoki pada Arasha. “Jangan banyak tanya.”

“Uhh, fuck you jerk.” Arasha memuntahkan minuman yang memenuhi mulutnya bahkan bajunya juga terkena tumpahan minuman dengan bau menyengat itu. Sementara lelaki di hadapannya hanya tersenyum kesetanan tanpa melepaskan pelukannya pada sang gadis. “If we're drunk too much, we're both will be unconscious and how could we go home, Stupid?!

We can stay along together untill sunrise.

Arasha tidak habis pikir dengan jalan pikiran lelaki yang ia pikir sudah dewasa itu, beginilah sifatnya jika sedang bermasalah meskipun Arasha tidak tahu apa yang sedang dihadapi oleh William tapi dia bisa menebak jika lelaki itu sedang tidak baik-baik saja.

“Kita pulang sekarang.”

Arasha sekuat tenaga memapah William keluar dari kerumunan orang-orang yang tengah menikmati alunan sang pemandu lagu dan menari riang bahkan tidak sadarkan diri. Dia tidak mau jika berlama-lama di sini dengan kondisi William yang tampaknya sudah sangat kacau dan pasti akan merepotkannya terus menerus apalagi kalau mereka tidak segera pulang.

Gadis itu juga sebenarnya sudah mual setelah dicekokki bourbon yang rasanya begitu kuat dengan kadar alkohol yang tinggi, dia juga takut kalau itu akan segera berpengaruh pada dirinya dan membuat suasana semakin mencekam.

William memeluk leher Arasha kuat karena dirinya yang sudah setengah sadar itu semakin melemas. Napasnya begitu panas kala lelaki itu menyusupkan kepalanya pada tengkuk Arasha. Dia bergumam pelan. “Arasha, aku benci kegagalan.”


Messed Up


Why are you so mad of me huh? Did you got jelous after saw me kissing another girl?

Arasha memutar bola matanya jengah, dia mengamati sosok lelaki berkemeja putih yang sudah menghabiskan hampir dua botol boubon whisky dan sekarang lelaki itu meminta satu botol lagi kepada sang bartender. William sangat kacau, penampilannya berantakan, dan matanya memerah.

Belum lagi saat Arasha hendak menghampirinya tadi, lelaki itu didampingi oleh dua orang penghibur yang bahkan salah satunya berciuman dengan William. Arasha merasa kesal, jelas, bisa-bisanya lelaki itu malah bermesraan dengan perempuan lain tanpa tau diri jika dia sudah bertunangan.

“Aku tidak cemburu, Bodoh!”

William menyeringai lalu merangkul pundak Arasha dan berbisik pelan. “I can kiss and fuck every girl if you wouldn't come, but you know, Darling, there's no one who can playing so well like you.

William mencium leher Arasha lembut, ciumannya itu berlangsung lama belum lagi dengan racauan tidak jelas yang keluar dari bibir lelaki itu. Aroma alkohol melekat dengan tubuhnya yang terasa hangat kala ia menggenggam tangan Arasha.

Sir, sudah!” Arasha mendorong William menjauh darinya sehingga lelaki itu segera melepas rangkulannya. “Kau sudah mabuk parah, ayo pulang!”

“Tidak, kau ikut aku,”

William bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan gontai seraya menarik tangan Arasha, dia terus berjalan setengah sadar seraya menenggak bourbon di genggaman satunya. Arasha merasa asing dengan perilaku William yang tampak lebih liar dari biasanya, mungkin ini menjadi kali kedua lelaki itu membawanya ke hiburan malam seperti ini.

Where the hell we're going?!

Lelaki itu rupanya membawa Arasha ke tengah lantai dansa, Arasha mengamati William yang mulai menggerakan tubuhnya sesuai dengan alunan musik yang dimainkan oleh sang pemandu lagu.

Let's dance.” William menarik kedua tangan Arasha melingkar di tengkuknya, tidak sampai di situ kemudian lelaki itu menyodorkan minumannya pada sang gadis. William mencengkram pipi Arasha sehingga mulutnya gadis itu terbuka kemudian ia mencekokkan alkoholnya pada Arasha. “Minum.”

Arasha mau tak mau menelan minuman yang melebur di mulutnya sehingga membasahi pakaiannya. Dia memejamkan mata merasakan hangatnya sensasi minuman yang dicekoki oleh William itu.

“Minum lagi.”

William mengangkat minumannya tinggi-tinggi dengan satu tangannya membuka mulut Arasha lalu dia menuangkan alkoholnya sekali lagi. Dia menyeringai puas melihat Arasha yang menatapnya tajam. “Good girl.

William meraih pinggang gadis itu, merapatkan tubuh mereka sehingga tak berjarak tanpa peduli keramaian yang menyelimuti mereka. Lelaki itu menyodorkan bourbon-nya pada Arasha sehingga kedua tangannya bisa sepenuhnya bermain di pinggang gadis itu. “Habiskan.”

Arasha menggeleng, “aku tidak mau mabuk di sini.”

“Lalu kau mau kita mabuk di mana hm?”

“Kau ini kenapa?”

William menggertakkan rahangnya, matanya yang memerah menatap Arasha tajam. Dia merebut botol minumannya dan kembali berusaha mencekoki pada Arasha. “Jangan banyak tanya.”

“Uhh, fuck you jerk.” Arasha memuntahkan minuman yang memenuhi mulutnya bahkan bajunya juga terkena tumpahan minuman dengan bau menyengat itu. Sementara lelaki di hadapannya hanya tersenyum kesetanan tanpa melepaskan pelukannya pada sang gadis. “If we're drunk too much, we're both will be unconscious and how could we go home, Stupid?!

We can stay along together untill sunrise.

Arasha tidak habis pikir dengan jalan pikiran lelaki yang ia pikir sudah dewasa itu, beginilah sifatnya jika sedang bermasalah meskipun Arasha tidak tahu apa yang sedang dihadapi oleh William tapi dia bisa menebak jika lelaki itu sedang tidak baik-baik saja.

“Kita pulang sekarang.”

Arasha sekuat tenaga memapah William keluar dari kerumunan orang-orang yang tengah menikmati alunan sang pemandu lagu dan menari riang bahkan tidak sadarkan diri. Dia tidak mau jika berlama-lama di sini dengan kondisi William yang tampaknya sudah sangat kacau dan pasti akan merepotkannya terus menerus apalagi kalau mereka tidak segera pulang.

Gadis itu juga sebenarnya sudah mual setelah dicekokki bourbon yang rasanya begitu kuat dengan kadar alkohol yang tinggi, dia juga takut kalau itu akan segera berpengaruh pada dirinya dan membuat suasana semakin mencekam.

William memeluk leher Arasha kuat karena dirinya yang sudah setengah sadar itu semakin melemas. Napasnya begitu panas kala lelaki itu menyusupkan kepalanya pada tengkuk Arasha. Dia bergumam pelan. “Arasha, aku benci kegagalan.”


A Help


“Airin, saya boleh masuk?”

Setelah dua kali Wira mengetuk pintu kamarnya yang tidak ada jawaban dari Airin dari dalam, ia pun segera membuka pintu kamarnya dengan ragu dan berjalan masuk melihat ke sekelilingnya, namun dia tidak menemukan sosok istrinya.

“Kamu masih di kamar mandi ya?” Wira mengetuk sekali pintu kamar mandi untuk memastikan, setelah menaruh baju yang dia pinjam dari sang ibu untuk Airin. “Ya sudah, bajunya saya taruh di ranjang ya, sesudahnya kamu langsung turun ya, kita makan sama-sama.”

Baru saja Wira hendak melangkah pergi, namun suara Airin - yang baru saja keluar dari kamar mandi seolah menahannya. “Mas, tunggu.” Wira menoleh pada Airin namun spontan ia membuang pandangannya ke arah lain setelah melihat wanita itu keluar dengan mengenakan handuk saja. Melihat reaksi Wira yang tampak lucu membuat Airin tersenyum menyeringai.

“Makasih ya.”

“Iya.” Wira menarik napasnya perlahan. “Saya boleh keluar duluan?”

“Engga, aku belum selesai minta tolongnya.” Airin berjalan mendekati Wira yang masih enggan memandangnya. Perempuan itu memang senang sekali kelihatannya melihat suaminya mendadak kikuk kalau sudah ia goda, buktinya dia sekarang memegang lengan Wira. “Liat sini dulu.”

Wira pun menoleh pada istrinya, alisnya mengangkat sebelah, lelaki itu bersuara nyaris tak terdengar. “Apalagi yang bisa saya bantu?”

“Nanti tolong kepangin rambut aku lagi boleh?”

Lelaki itu hanya mengangguk setelah akhirnya mereka berdua saling berhadapan, Wira menatap mata Airin yang memandangnya dengan mata sayu khas wanita itu. “Iya boleh.”

Seperti biasa jika berhadapan dengan Airin, jantungnya selalu tidak bisa dikontrol, bahkan tubuhnya tetap tegap berdiri seolah membeku di tempat. Wira melirik pergerakan tangan perempuan itu seiring dengan jarak mereka yang semakin menipis, jemari Airin menyentuh permukaan atas bibirnya yang ditumbuhi sedikit rambut halus. “Belum cukur lagi?”

Wira menelan ludahnya, sejenak dia berusaha tetap mengontrol diri dan berusaha tidak ter-distract oleh wanita yang mulai membuatnya tak karuan. Belum lagi harum strawberry yang menguar dari tubuh sang istri. Awalnya Wira hanya diam tak merespon apa yang dilakukan sang istri, sampai akhirnya jemari lentik Airin bergerak menyentuh bibirnya yang spontan membuat tubuh Wira berdesir, lelaki itu segera memegang tangan sang istri dan menatap nanar indah yang berkilap di hadapannya.

“Ai.”

“Hm?”

Wira memajukan wajahnya setelah menurunkan tangan Airin dari wajahnya, helaan napasnya dapat dirasakan oleh sang wanita yang spontan menahan napasnya. “Kamu kalau lagi mandi, jangan lupa kunci pintu ya, kalau yang masuk bukan saya gimana?”

Airin mengangguk, wajahnya bersemu merah kala bertatapan dengan Wira, namun lelaki itu tidak berlama-lama sampai akhirnya kembali mengalihkan pandangan dan menjauh. “Sudah ya, kamu pakai baju dulu, nanti kedinginan.”

“Ih tungguin,” kata Airin, dia menahan tangan Wira.

Wira kembali memandang perempuan itu. “Saya tunggu di luar.”

“Mau cium.” Airin mengerucutkan bibirnya seraya melingkarkan tangannya di tengkuk Wira—yang kembali kikuk dan tidak merespon sama sekali. Jadi lah perempuan itu yang hendak memulai, namun Wira kembali menjauh.

“Saya kotor habis cuci mobil.”

“Ya udah.”

Airin merotasikan bola matanya malas seraya tergerak melepaskan pelukannya pada leher suaminya semula hingga sebuah tangan besar menarik pinggangnya agar ia kembali mendekat.

Helaan napas Wira terasa menerpa kulit wajah Airin, lelaki itu tampak berusaha mengontrol diri meskipun dia tidak bisa sebenarnya berhadapan dalam situasi ini yang baginya sangat berat. Terlebih istrinya itu pandai mempermainkan perasaannya yang semakin menggebu-gebu kala dihadapkan dengan hazel dewi berparas cantik di hadapannya, Airin.

“Apa?” ketus Airin.

“Jangan marah,” Wira menghela napasnya sekali lagi, lalu dia bersuara lembut. “Mau saya cium di sebelah mana?”


****


“Airin, saya boleh masuk?”

Setelah dua kali Wira mengetuk pintu kamarnya yang tidak ada jawaban dari Airin dari dalam, ia pun segera membuka pintu kamarnya dengan ragu dan berjalan masuk melihat ke sekelilingnya, namun dia tidak menemukan sosok istrinya.

“Kamu masih di kamar mandi ya?” Wira mengetuk sekali pintu kamar mandi untuk memastikan, setelah menaruh baju yang dia pinjam dari sang ibu untuk Airin. “Ya sudah, bajunya saya taruh di ranjang ya, sesudahnya kamu langsung turun ya, kita makan sama-sama.”

Baru saja Wira hendak melangkah pergi, namun suara Airin —yang baru saja keluar dari kamar mandi seolah menahannya. “Mas, tunggu.” Wira menoleh pada Airin namun spontan ia membuang pandangannya ke arah lain setelah melihat wanita itu keluar dengan mengenakan handuk saja. Melihat reaksi Wira yang tampak lucu membuat Airin tersenyum menyeringai.

“Makasih ya.”

“Iya.” Wira menarik napasnya perlahan. “Saya boleh keluar duluan?”

“Engga, aku belum selesai minta tolongnya.” Airin berjalan mendekati Wira yang masih enggan memandangnya. Perempuan itu memang senang sekali kelihatannya melihat suaminya mendadak kikuk kalau sudah ia goda, buktinya dia sekarang memegang lengan Wira. “Liat sini dulu.”

Wira pun menoleh pada istrinya, alisnya mengangkat sebelah, lelaki itu bersuara nyaris tak terdengar. “Apalagi yang bisa saya bantu?”

“Nanti tolong kepangin rambut aku lagi boleh?”

Lelaki itu hanya mengangguk setelah akhirnya mereka berdua saling berhadapan, Wira menatap mata Airin yang memandangnya dengan mata sayu khas wanita itu. “Iya boleh.”

Seperti biasa jika berhadapan dengan Airin, jantungnya selalu tidak bisa dikontrol, bahkan tubuhnya tetap tegap berdiri seolah membeku di tempat. Wira melirik pergerakan tangan perempuan itu seiring dengan jarak mereka yang semakin menipis, jemari Airin menyentuh permukaan atas bibirnya yang ditumbuhi sedikit rambut halus. “Belum cukur lagi?”

Wira menelan ludahnya, sejenak dia berusaha tetap mengontrol diri dan berusaha tidak ter-distract oleh wanita yang mulai membuatnya tak karuan. Belum lagi harum strawberry yang menguar dari tubuh sang istri. Awalnya Wira hanya diam tak merespon apa yang dilakukan sang istri, sampai akhirnya jemari lentik Airin bergerak menyentuh bibirnya yang spontan membuat tubuh Wira berdesir, lelaki itu segera memegang tangan sang istri dan menatap nanar indah yang berkilap di hadapannya.

“Ai.”

“Hm?”

Wira memajukan wajahnya setelah menurunkan tangan Airin dari wajahnya, helaan napasnya dapat dirasakan oleh sang wanita yang spontan menahan napasnya. “Kamu kalau lagi mandi, jangan lupa kunci pintu ya, kalau yang masuk bukan saya gimana?”

Airin mengangguk, wajahnya bersemu merah kala bertatapan dengan Wira, namun lelaki itu tidak berlama-lama sampai akhirnya kembali mengalihkan pandangan dan menjauh. “Sudah ya, kamu pakai baju dulu, nanti kedinginan.”

“Ih tungguin,” kata Airin, dia menahan tangan Wira.

Wira kembali memandang perempuan itu. “Saya tunggu di luar.”

“Mau cium.” Airin mengerucutkan bibirnya seraya melingkarkan tangannya di tengkuk Wira—yang kembali kikuk dan tidak merespon sama sekali. Jadi lah perempuan itu yang hendak memulai, namun Wira kembali menjauh.

“Saya kotor habis cuci mobil.”

“Ya udah.”

Airin merotasikan bola matanya malas seraya tergerak melepaskan pelukannya pada leher suaminya semula hingga sebuah tangan besar menarik pinggangnya agar ia kembali mendekat.

Helaan napas Wira terasa menerpa kulit wajah Airin, lelaki itu tampak berusaha mengontrol diri meskipun dia tidak bisa sebenarnya berhadapan dalam situasi ini yang baginya sangat berat. Terlebih istrinya itu pandai mempermainkan perasaannya yang semakin menggebu-gebu kala dihadapkan dengan hazel dewi berparas cantik di hadapannya, Airin.

“Apa?” ketus Airin.

“Kamu wangi strawberry.

Airin masih mengamati lelaki itu dengan sinis meskipun dirinya mulai tak mampu lama-lama bertatapan dengan Wira.

Wira menarik napasnya sekali lagi, dia bersuara lembut. “Mau saya cium di sebelah mana?”


Strawberry


“Airin, saya boleh masuk?”

Setelah dua kali Wira mengetuk pintu kamarnya yang tidak ada jawaban dari Airin dari dalam, ia pun segera membuka pintu kamarnya dengan ragu dan berjalan masuk melihat ke sekelilingnya, namun dia tidak menemukan sosok istrinya.

“Kamu masih di kamar mandi ya?” Wira mengetuk sekali pintu kamar mandi untuk memastikan, setelah menaruh baju yang dia pinjam dari sang ibu untuk Airin. “Ya sudah, bajunya saya taruh di ranjang ya, sesudahnya kamu langsung turun ya, kita makan sama-sama.”

Baru saja Wira hendak melangkah pergi, namun suara Airin —yang baru saja keluar dari kamar mandi seolah menahannya. “Mas, tunggu.” Wira menoleh pada Airin namun spontan ia membuang pandangannya ke arah lain setelah melihat wanita itu keluar dengan mengenakan handuk saja. Melihat reaksi Wira yang tampak lucu membuat Airin tersenyum menyeringai.

“Makasih ya.”

“Iya.” Wira menarik napasnya perlahan. “Saya boleh keluar duluan?”

“Engga, aku belum selesai minta tolongnya.” Airin berjalan mendekati Wira yang masih enggan memandangnya. Perempuan itu memang senang sekali kelihatannya melihat suaminya mendadak kikuk kalau sudah ia goda, buktinya dia sekarang memegang lengan Wira. “Liat sini dulu.”

Wira pun menoleh pada istrinya, alisnya mengangkat sebelah, lelaki itu bersuara nyaris tak terdengar. “Apalagi yang bisa saya bantu?”

“Nanti tolong kepangin rambut aku lagi boleh?”

Lelaki itu hanya mengangguk setelah akhirnya mereka berdua saling berhadapan, Wira menatap mata Airin yang memandangnya dengan mata sayu khas wanita itu. “Iya boleh.”

Seperti biasa jika berhadapan dengan Airin, jantungnya selalu tidak bisa dikontrol, bahkan tubuhnya tetap tegap berdiri seolah membeku di tempat. Wira melirik pergerakan tangan perempuan itu seiring dengan jarak mereka yang semakin menipis, jemari Airin menyentuh permukaan atas bibirnya yang ditumbuhi sedikit rambut halus. “Belum cukur lagi?”

Wira menelan ludahnya, sejenak dia berusaha tetap mengontrol diri dan berusaha tidak ter-distract oleh wanita yang mulai membuatnya tak karuan. Belum lagi harum strawberry yang menguar dari tubuh sang istri. Awalnya Wira hanya diam tak merespon apa yang dilakukan sang istri, sampai akhirnya jemari lentik Airin bergerak menyentuh bibirnya yang spontan membuat tubuh Wira berdesir, lelaki itu segera memegang tangan sang istri dan menatap nanar indah yang berkilap di hadapannya.

“Ai.”

“Hm?”

Wira memajukan wajahnya setelah menurunkan tangan Airin dari wajahnya, helaan napasnya dapat dirasakan oleh sang wanita yang spontan menahan napasnya. “Kamu kalau lagi mandi, jangan lupa kunci pintu ya, kalau yang masuk bukan saya gimana?”

Airin mengangguk, wajahnya bersemu merah kala bertatapan dengan Wira, namun lelaki itu tidak berlama-lama sampai akhirnya kembali mengalihkan pandangan dan menjauh. “Sudah ya, kamu pakai baju dulu, nanti kedinginan.”

“Ih tungguin,” kata Airin, dia menahan tangan Wira.

Wira kembali memandang perempuan itu. “Saya tunggu di luar.”

“Mau cium.” Airin mengerucutkan bibirnya seraya melingkarkan tangannya di tengkuk Wira—yang kembali kikuk dan tidak merespon sama sekali. Jadi lah perempuan itu yang hendak memulai, namun Wira kembali menjauh.

“Saya kotor habis cuci mobil.”

“Ya udah.”

Airin merotasikan bola matanya malas seraya tergerak melepaskan pelukannya pada leher suaminya semula hingga sebuah tangan besar menarik pinggangnya agar ia kembali mendekat.

Helaan napas Wira terasa menerpa kulit wajah Airin, lelaki itu tampak berusaha mengontrol diri meskipun dia tidak bisa sebenarnya berhadapan dalam situasi ini yang baginya sangat berat. Terlebih istrinya itu pandai mempermainkan perasaannya yang semakin menggebu-gebu kala dihadapkan dengan hazel dewi berparas cantik di hadapannya, Airin.

“Apa?” ketus Airin.

“Kamu wangi strawberry.

Airin masih mengamati lelaki itu dengan sinis meskipun dirinya mulai tak mampu lama-lama bertatapan dengan Wira.

Wira menarik napasnya sekali lagi, dia bersuara lembut. “Mau saya cium di sebelah mana?”


Strawberry


“Airin, saya boleh masuk?”

Setelah dua kali Wira mengetuk pintu kamarnya yang tidak ada jawaban dari Airin dari dalam, ia pun segera membuka pintu kamarnya dengan ragu dan berjalan masuk melihat ke sekelilingnya, namun dia tidak menemukan sosok istrinya.

“Kamu masih di kamar mandi ya?” Wira mengetuk sekali pintu kamar mandi untuk memastikan, setelah menaruh baju yang dia pinjam dari sang ibu untuk Airin. “Ya sudah, bajunya saya taruh di ranjang ya, sesudahnya kamu langsung turun ya, kita makan sama-sama.”

Baru saja Wira hendak melangkah pergi, namun suara Airin —yang baru saja keluar dari kamar mandi seolah menahannya. “Mas, tunggu.” Wira menoleh pada Airin namun spontan ia membuang pandangannya ke arah lain setelah melihat wanita itu keluar dengan mengenakan handuk saja. Melihat reaksi Wira yang tampak lucu membuat Airin tersenyum menyeringai.

“Makasih ya.”

“Iya, saya boleh keluar duluan?”

“Engga, aku belum selesai minta tolongnya.” Airin berjalan mendekati Wira yang masih enggan memandangnya. Perempuan itu memang senang sekali kelihatannya melihat suaminya mendadak kikuk kalau sudah ia goda, buktinya dia sekarang memegang lengan Wira. “Liat sini dulu.”

Wira pun menoleh pada istrinya, alisnya mengangkat sebelah, lelaki itu bersuara nyaris tak terdengar. “Apalagi yang bisa saya bantu?”

“Nanti tolong kepangin rambut aku lagi boleh?”

Lelaki itu hanya mengangguk setelah akhirnya mereka berdua saling berhadapan, Wira menatap mata Airin yang memandangnya dengan mata sayu khas wanita itu. “Iya boleh.”

Seperti biasa jika berhadapan dengan Airin, jantungnya selalu tidak bisa dikontrol, bahkan tubuhnya tetap tegap berdiri seolah membeku di tempat. Wira melirik pergerakan tangan perempuan itu seiring dengan jarak mereka yang semakin menipis, jemari Airin menyentuh permukaan atas bibirnya yang ditumbuhi sedikit rambut halus. “Belum cukur lagi?”

Wira menelan ludahnya, sejenak dia berusaha tetap mengontrol diri dan berusaha tidak ter-distract oleh wanita yang mulai membuatnya tak karuan. Belum lagi harum strawberry yang menguar dari tubuh sang istri. Awalnya Wira hanya diam tak merespon apa yang dilakukan sang istri, sampai akhirnya jemari lentik Airin bergerak menyentuh bibirnya yang spontan membuat tubuh Wira berdesir, lelaki itu segera memegang tangan sang istri dan menatap nanar indah yang berkilap di hadapannya.

“Ai.”

“Hm?”

Wira memajukan wajahnya setelah menurunkan tangan Airin dari wajahnya, helaan napasnya dapat dirasakan oleh sang wanita yang spontan menahan napasnya. “Kamu kalau lagi mandi, jangan lupa kunci pintu ya, kalau yang masuk bukan saya gimana?”

Airin mengangguk, wajahnya bersemu merah kala bertatapan dengan Wira, namun lelaki itu tidak berlama-lama sampai akhirnya kembali mengalihkan pandangan dan menjauh. “Sudah ya, kamu pakai baju dulu, nanti kedinginan.”

“Ih tungguin,” kata Airin, dia menahan tangan Wira.

Wira kembali memandang perempuan itu. “Saya tunggu di luar.”

“Mau cium.” Airin mengerucutkan bibirnya seraya melingkarkan tangannya di tengkuk Wira—yang kembali kikuk dan tidak merespon sama sekali. Jadi lah perempuan itu yang hendak memulai, namun Wira kembali menjauh.

“Saya kotor habis cuci mobil.”

“Ya udah.”

Airin merotasikan bola matanya malas seraya tergerak melepaskan pelukannya pada leher suaminya semula hingga sebuah tangan besar menarik pinggangnya agar ia kembali mendekat.

Helaan napas Wira terasa menerpa kulit wajah Airin, lelaki itu tampak berusaha mengontrol diri meskipun dia tidak bisa sebenarnya berhadapan dalam situasi ini yang baginya sangat berat. Terlebih istrinya itu pandai mempermainkan perasaannya yang semakin menggebu-gebu kala dihadapkan dengan hazel dewi berparas cantik di hadapannya, Airin.

“Apa?” ketus Airin.

“Kamu wangi strawberry.

Airin masih mengamati lelaki itu dengan sinis meskipun dirinya mulai tak mampu lama-lama bertatapan dengan Wira.

Wira menarik napasnya sekali lagi, dia bersuara lembut. “Mau saya cium di sebelah mana?”