viewMake A “Wish”.
Malam ini menjadi malam yang paling menyedihkan bagi Aurora, sebab ini adalah malam di mana ia akan merayakan ulang tahunnya yang ke-20 tahun. Dia tinggal jauh dari orang tuanya yang berada di Bandung sedangkan Aurora berkuliah di Jakarta. Sebenarnya ia tidak perlu terlalu berlarut dalam kesedihan ini karena ini sudah tahun kedua, ia merayakan ulang tahunnya tanpa kedua orang tuanya. Namun, entah mengapa hawa malam ini terasa begitu pilu, belum lagi hujan di tengah malam seperti ini semakin cocok hawanya untuk Aurora larut dalam kesedihan. Ya, bisa dibilang mungkin ia sedang homesick.
Aurora melirik ke arah jam di dinding kamarnya yang sudah menunjukkan hampir pukul 12 dini hari. Hanya ada suara hujan yang terdengar dari luar apartemennya, membuat terus berganti posisi mencari kenyamanan di tengah dinginnya suasana saat ini. Anehnya Aurora tetap tidak mematikan ac di kamarnya itu.
Aurora mencoba memejamkan matanya mengingat bahwa tidak akan ada yang spesial di hari itu terlebih Aurora bukanlah sosok yang mempunyai banyak teman—yang biasanya akan mendapat kejutan dari teman-temannya itu, salahnya sendiri yang terlalu sulit untuk mempunyai seorang sahabat kecuali Agatha, sahabatnya yang ada di Bandung. Aurora tidak lupa juga jika ia masih mempunyai Antariksa, kekasihnya yang sudah dua tahun bersamanya namun sayangnya Antariksa tidak mengabarinya sejak tadi sore karena katanya dia sedang pergi bersama teman-temannya.
Aurora tidak masalah dengan itu karena Antariksa memang mempunyai banyak teman, ya meskipun dia kelihatan cuek dan dingin, dia mempunyai teman-teman tongkrongan terlebih lagi dia ialah seorang gitaris di band-nya. Aurora senang bisa kenal Antariksa, sosok yang selalu bersikap manis meskipun terkadang lelaki itu terlihat acuh padanya, Antariksa menjadikan Aurora sebagai perempuan paling spesial.
Saat ia sempat tidak sengaja tertidur beberapa menit, Aurora entah kenapa kembali terbangun dan melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan tepat pukul 12 dini hari. Dia merapalkan doa dan memejamkan matanya dengan memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya sebatas dada. Aurora tersenyum tipis. “Selamat ulang tahun, Aurora.”
Ting!
Aurora terkejut bukan main, pasalnya ini sudah dini hari dan tiba-tiba saja bel apartemennya berbunyi, namun ia kembali tersenyum setelah mengingat bahwa ada seseorang yang datang untuk memberinya kejutan, namun di sisi lain dia juga takut, siapa yang tengah malam begini bertamu? Dia bukan takut pada makhluk tak kasat mata, tetapi dia lebih takut pada orang-orang jahat.
Aurora pun perlahan bangkit dari ranjangnya, dia keluar dari kamarnya dan melangkah ke arah pintu apartemen yang terus berbunyi itu. Setelah beberapa saat menimbang, dia segera membukakan pintu apartemennya dengan sudah memegang sebuah stick baseball yang selalu tersedia untuk menjaga diri.
Aurora terkejut melihat seseorang yang membawa kue ulang tahun dengan kepala yang tertutupi oleh jaket jeans birunya yang sudah setengah basah, lelaki itu tersenyum tipis. Antariksa. Ya, dia datang!
“Happy birthday, Aurora.”
Aurora tersenyum senang melihat kehadiran kekasihnya yang rela sudah menembus hujan demi menghampirinya dan memberinya kejutan, namun secepat mungkin Aurora mempersilakan Antariksa masuk ke dalam, meraih jaket yang menutupi kepala lelaki itu, sementara Antariksa masih dengan kue yang terabaikan oleh gadisnya. Gadis itu terlalu khawatir dengan kekasihnya yang basah karena hujan. “Kamu ngapain sih? Udah malam, hujan juga, kenapa repot-repot segala sih? Sini jaketnya.”
“Sayang, aku mau kasih kejutan, kok malah—”
“Sebentar aku ambil handuk,” kata Aurora.
Antariksa kini masuk ke dalam dan duduk di sofa setelah menaruh kue di atas meja. Lelaki itu mendengus kesal karena kekasihnya malah mengabaikan kejutan yang diberikannya, malah meninggalkannya untuk mengambil handuk. Antariksa pun mengacak rambutnya yang lepek akibat terkena hujan barusan hingga beberapa saat Aurora datang dan duduk di sampingnya.
Aurora mengusap kepala Antariksa dengan handuk kecil yang dia bawa, sebenarnya Antariksa masih kesal tapi menikmati wajah Aurora dari dekat membuat senyumannya merekah.
“Kamu engga mau niup kue dulu? Kok malah mengabaikan poin utamanya sih, ini ulang tahun kamu, aku rela dateng tapi kamu malah cuekin kejutannya.”
Aurora menjauhkan tangannya dari rambut Antariksa, dia mengamati raut wajah kecewa dari kekasihnya itu, ia pun menatap Antariksa dengan mata kucing. Dia segera melirik ke atas meja tepat kue ulang tahunnya masih ada dengan lilin menyala, dia melirik kekasihnya lagi, “aku tiup ya?”
Antariksa mengangguk, lalu dia mengusap rambut Aurora. “Make a wish dulu, Ra.”
Aurora pun memejamkan matanya dan berdoa sebelum akhirnya dia meniup lilin ulang tahunnya yang terdapat tulisan namanya di atas sana. Aurora melirik Antariksa, ia hampir menangis kalau saja Antariksa tidak menariknya ke dalam pelukan. “Makasih, Antariksa.”
“Sama-sama.”
Aurora melepaskan pelukannya lalu Antariksa menangkup kedua sisi wajahnya, lelaki itu mengerutkan dahinya. “Kok nangis?”
Aurora menggeleng, dia pun naik ke atas pangkuan Antariksa dan kembali memeluk kekasihnya erat. “Aku sayang kamu.”
Antariksa membalas pelukan Aurora, dia memejamkan matanya merasakan kehangatan dari pelukan yang diberikan kekasih tercintanya setelah ia merasakan betapa dinginnya hawa di luar tadi. Antariksa mencium pipi Aurora lembut. “I love you.“
Antariksa sedikit mengangkat wajah Aurora yang menatapnya sayu, gadis itu kelihatan sedang tidak baik-baik saja, Antariksa merapikan rambut gadis itu yang berantakan. “Why, babe?“
“Aku kangen mama, papa.”
Antariksa mengerucutkan bibirnya, dia tersenyum kecil sambil kembali mengusap rambut gadis yang masih ada dalam pangkuannya. “Besok ajak mama dan papa video call, kita tiup lilin lagi bareng mereka ya melalui virtual. Okay? Jangan sedih tapi ya?”
“Memangnya mereka mau?”
“Ya mau dong, kamu tau sendiri kalo orang tua kamu sayang kamu, meskipun mereka sibuk pasti mereka inget kok sama kamu dan pasti mereka juga mau untuk itu. Kalau emang gak bisa gapapa, nanti aku yang ceritanya jadi papa sekaligus mama kamu dulu.”
“Ih, Anta, serius...”
“Iya, semoga aja bisa ya, tapi kamu jangan sedih pasti mereka inget selalu sama kamu kok. Nanti bulan depan 'kan liburan semester, kamu bisa pulang deh.”
Aurora pun mengangguk, dia menatap Antariksa dan mengusap rambut lelaki itu yang semakin panjang bisa jadi sebentar lagi potongannya berbentuk mullet. Aurora mengusap wajah Antariksa. “Makasih.”
“Makasih aja?”
“Ah iya, potong kue ya, kamu mau makan kuenya 'kan?”
Antariksa menggeleng, hal itu membuat Aurora memicingkan matanya menatap lelaki itu, gadis itu kembali mengusap rambut kekasihnya dengan handuk. “Kamu jadi kehujanan gara-gara aku.”
“Ra,” panggil Antariksa, dia menarik tubuh Aurora menjadi lebih dekat dengan dirinya, hal itu membuat Aurora reflek menjatuhkan handuknya di belakang sofa. Mata gadis itu terpejam saat Antariksa menelusup ke ceruk lehernya, mulai memberikan kecupan-kecupan lembut yang membuat Aurora bergedik geli.
Tangan Antariksa sudah mulai bergerilya menelusup ke dalam piyama yang dikenakan oleh kekasihnya itu, Aurora memegang dada bidang Antariksa yang masih terbalut kaos putih yang dikenakan lelaki itu. Aurora semakin menempel dengan Antariksa dan duduk di atas perut berbentuk milik Antariksa.
Antariksa mencengkram dagu Aurora dan menariknya maju untuk meraih ranum milik gadis itu yang tengah sekuat tenaga menahan suara. Antariksa mencium Aurora dengan matanya yang terpejam, dia sedikit mendorong tengkuk Aurora untuk memperdalam ciumannya. Saat itu juga tangan lelaki itu mulai melepaskan kancing dress piyama gadisnya dan berhasil meloloskan itu semua dari tubuh kekasihnya sekarang. Jemari Antariksa memutar di sekitar perut ramping Aurora sehingga gadis itu menggelinjang kegelian. “Mmh...”
“I'm gonna give you special gift, Darling.“ Antariksa berbisik setelah melepaskan ciumannya dengan Aurora, ia mengusap bibir gadis itu yang lembab karena ulahnya. Antariksa mengangkat tubuh Aurora sehingga berada dalam gendongannya, dia bangkit dari sofa dan melangkah masuk ke kamar Aurora. Wajah gadis itu bersemu merah melihat Antariksa yang menatapnya saat ia telah membaringkan Aurora di atas ranjang.
Aurora mengamati Antariksa yang tengah membuka pakaian atasnya itu, membuatnya tidak tahan menggigit bibir bawahnya melihat ketampanan kekasihnya yang ada di atasnya. Antariksa menatap Aurora dengan mata sayu, lelaki itu tersenyum miring melihat reaksi gadis itu.
Antariksa memberikan tatapan yang sangat dalam sambil mengusap peluh di dahi Aurora yang mulai mengalir, dia juga mengamati keseluruhan tubuh Aurora yang indah di bawahnya. Ia mengecup kedua pipi kekasihnya itu, kemudian beralih mengecup dahi, dagu, dan berakhir pada bibir ranum gadis itu. “You look so gorgeous.”
Keduanya saling mencumbu satu sama lain, meraup kenikmatan masing-masing dari pertarungan lidah yang mereka ciptakan. Antariksa jauh lebih mendominasi dalam permainan kali ini karena Aurora masih kelihatan ragu saat ia hendak membalas ciuman dari kekasihnya itu. Antariksa menyesap bibir bawah Aurora saat tangannya tengah menelusuri paha gadis itu dan meremasnya gemas. “Ahh.”
Aurora meremas rambut Antariksa saat lelaki itu menggigit bibirnya, “Ahh, An...”
Aurora memegang tangan Antariksa yang semakin turun ke bagian paha dalamnya, namun tiba-tiba saja tangannya dicengkram kuat oleh satu tangan besar lelaki itu. Mulutnya masih dibungkam oleh bibir Antariksa. “Engh...”
Aurora bergerak gelisah saat jari Antariksa sudah memasukki area sensitifnya di bagian bawah, gadis itu mengerang saat lelakinya memutar jarinya di dalam sana. Antariksa melepaskan ciumannya saat ia merasa Aurora hampir kehabisan napas, dia bisa melihat mata sayu kekasihnya dan mulut lembabnya yang terbuka diiringi leguhan yang keluar dari sana. Saat tangan Antariksa bergerak turun pada dada gadis itu, Aurora segera memeluk tubuh lelaki itu dan mencengkram bahu Antariksa. Kekasihnya memang pandai mendominasi dalam permainan seperti ini.
Aurora memejamkan matanya menikmati sentuhan Antariksa, dia mengerang saat Antariksa meremas bagian atasnya. “An... faster...“
“Am I hurt you?“
Aurora menggeleng, dia menatap Antariksa dengan bibir yang bergerak menggoda. Lelaki itu sudah membuat milik Aurora lembab, namun Antariksa segera mengeluarkan jarinya dari sana, miliknya sudah sesak di balik celana jeans yang ia kenakan. Sontak Aurora menatap Antariksa dengan tatapan kecewa. Antariksa tersenyum miring sambil menatap Aurora, dia memasukkan jarinya yang basah ke dalam mulut gadis itu. “Kulum.”
Aurora mengulumnya dengan mata sayu saat menatap Antariksa. Lelaki itu sudah tidak bisa menahan sesuatu yang sedari tadi ia tahan. Ia segera menarik jarinya dari mulut gadis itu. Ia juga melepaskan ikat pinggangnya dan melepaskan celananya yang sudah sesak itu.
Antariksa menarik kedua kaki Aurora mendekat, gadis itu menatap Antariksa begitu lekat, keduanya saling memandang terutama saat lelaki itu menarik kedua tangan Aurora agar melingkar di lehernya. Antariksa menunduk sejenak, ia mengecup bibir Aurora lembut. “Get ready.“
Aurora membuka mulutnya yang spontan meleguh kuat sambil meremas rambut hitam Antariksa saat milik lelaki itu mendesak masuk, Antariksa menggigit bibirnya sambil menggeram nikmat saat ia mulai bergerak masuk. “Damn, Aurora.”
“Antariksa, move ...”
Antariksa terus menggeram saat ia tengah berusaha menggapai kenikmatan yang sama seperti yang Aurora rasakan, pandangannya tertuju pada gadis yang tergeletak pasrah di bawah sana, Aurora sangat cantik saat dia menggigit bibirnya menahan suara yang akan keluar dari dalam mulutnya. Antariksa mencengkram leher gadis itu dan menarik wajah Aurora mendekat untuk memberikan ciuman yang dalam seiring dengan pergerakannya kala itu.
“An ...”
“Yeah,” sahut Antariksa.
Suara aktivitas mereka mendominasi seisi ruangan, keduanya mencoba saling meraih surga masing-masing. Punggung Antariksa sudah banyak bekas cakaran Aurora, begitupun dengan tubuh gadis itu yang tampak bekas kemerahan akibat Antariksa.
“An, aku mau keluar.” Bisik Aurora parau seolah menahan sesuatu yang hendak ia ingin lepaskan di sela-sela pergulatan bibir mereka.
“Gak sekarang,” tegas Antariksa, dia melepaskan tautan bibir keduanya, dia menarik tubuh gadisnya hingga keadaan berbalik sekarang gadis itu berada di atasnya. Antariksa tidak melepaskan tubuh bawah mereka yang masih bersatu, dia membiarkan miliknya bisa semakin masuk karena kini Aurora duduk di atasnya. Aurora memekik saat merasakan pergerakan di dalam tubuhnya. “Ahh, An.”
Antariksa menatapnya. “Move.“
Aurora masih diam, dia mengamati Antariksa yang memejamkan matanya. Antariksa memegang pinggang Aurora dan membantu gadis itu untuk bergerak, dia mengusap punggung Aurora lembut. Mulutnya menggeram saat gadis itu mulai terus bergerak di atasnya, membuat Antariksa juga tak hanya diam, dia menarik Aurora menunduk dan mencium bibirnya lagi.
Antariksa meremas pinggang Aurora yang terus bergerak, membuat dirinya merasakan kenikmatan yang tiada dua. Antariksa menggeram dalam ciumannya dengan gadis itu, tangannya terus bergerilya pada tubuh Aurora. Sesekali ia akan menampar dan meremas bokong sintal kekasihnya itu. “You're so fuckin great, Aurora.”
“An, aku engga tahan,” ucap Aurora sambil memegangi lengan Antariksa yang kini mencengkram lehernya setengah mencekik. “Nghh, An.”
Antariksa menikmati pemandangan Aurora yang menengadah ke atas dengan mata terpejam saat ia mencekik gadisnya itu. Tangan lelaki itu yang lain terus menciptakan bekas kemerahan dengan tamparan dan remasannya di beberapa bagian tubuh kekasihnya. Tubuh gadis itu sesekali bergetar dan dadanya membusung saat Antariksa mempermainkannya.
“Suka, hm?” Antariksa melepaskan cekikannya saat gadis itu mulai terlihat kehabisan napas, dia bergerak mengusap pipi Aurora yang kini menatapnya sayu. Sangat cantik dan menggoda. Pemandangan kesukaan Antariksa. Antariksa menampar sekali lagi bokong gadis itu. “Answer it properly.“
Aurora menggelinjang sambil mengangguk membuat Antariksa tersenyum penuh kemenangan. Aurora menelusup di dada lelaki itu dan lidahnya bergerak bermain di sana, terus berputar sampai ke sekitar leher Antariksa. Lelaki itu menggeram nikmat, dia menyukai jika Aurora sudah menggodanya.
“Fuck, Aurora.” geram Antariksa.
Aurora tidak berhenti sampai di situ, dia mulai memimpin permainan kali ini dan diam-diam Antariksa menikmati suatu hal yang langka ini, Aurora mengisap bibir Antariksa lembut, lalu dia kembali mencium dada lelakinya itu sampai Antariksa menarik rambutnya gemas.
“I'm cumming An.”
Aurora menghela napasnya lega saat ia mendapatkan pelepasannya yang pertama setelah ia mendominasi permainannya kali ini dengan Antariksa. Ini kali pertamanya karena ia kesal Antariksa tidak kunjung menghiraukannya.
“Naughty, Girl.“
Antariksa menatap Aurora tajam, dia tidak terima dengan gadis itu yang memanfaatkan dirinya dan mengambil alih permainan demi kepuasan sendiri, segera lelaki itu melepaskan miliknya dan membalikkan tubuh Aurora hingga ia berada di belakangnya. Antariksa menampar bokong sintal gadis dengan keras. “Ahh, An, maaf!”
Tanpa aba-aba, Antariksa kembali memasukkan miliknya dari belakang sehingga Aurora terkejut dan memekik pelan sambil meremas sprei yang sudah tidak karuan bentuknya. Antariksa mengumpulkan rambut panjang Aurora dan menariknya kebelakang. “Ini hukuman.” Antariksa mengecup telinga Aurora lalu mulai bergerak dengan tempo cepat dan tergesa-gesa mendapatkan pelepasannya.
“Ann, pelan-pelan,” ringis Aurora.
“Sstt.”
Antariksa terus menarik rambut panjang Aurora hingga kepala gadis itu mendongak ke atas, Aurora meringis kesakitan sekaligus merasakan nikmat yang tiada dua. “An, sakitt...”
“Ahh.” Antariksa menggeram, dia mencium leher Aurora. “Tahan.”
“Aku keluar.”
Antariksa yang merasa pelepasannya segera tiba segera mengeluarkan miliknya dari milik Aurora. Gadis itu pun terjatuh lemas di atas ranjang saat ia merasakan cairan lelaki itu mengalir di punggungnya. Aurora sudah sangat lemas sekarang. “Ahh, i love you, Ra.“
Antariksa segera bangkit dan meraih tissue untuk membersihkan bekas pelepasannya yang membasahi punggung kekasihnya. Antariksa segera memakai celananya dan membantu membenarkan posisi Aurora yang sudah berantakan. Lelaki itu mengangkat tubuh Aurora agar berbaring di atasnya, ia membiarkan Aurora bersandar di dadanya. “Cape?”
Aurora mengangguk polos. Antariksa menutupi tubuh mereka dengan selimut, dia juga mengusap peluh yang membasahi dahi kekasihnya itu. “Sorry, kamu nyebelin lagian, aku gemes juga jadinya.”
Antariksa mengendus pipi Aurora, “Sekali lagi, happy birthday, Sayang.”
Aurora melirik Antariksa dengan bibir mengerucut dan mata yang sinis. Dia kecapean sekaligus kesal dengan kekasihnya yang satu itu.
Antariksa menangkup wajah gadis itu agar memandangnya. “Apa ngeliatinnya gitu? Mau lagi hm?”
Aurora menggeleng. “Engga, udah, maaf...”
Antariksa tersenyum dengan matanya yang sayu, dia memeluk Aurora erat lalu mencium puncak kepalanya, dia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
Tanpa aba-aba, ia memasangkan sebuah kalung berlian yang dia ambil dari dalam saku celananya itu di leher Aurora, sehingga gadis itu terkejut dan menunduk memandang kalung berbandul berlian itu begitu cantik bahkan kini sudah menggantung sempurna di leher Aurora.
“Untuk kamu.”
“Antariksa, ini cantik banget.” Aurora menoleh pada Antariksa dengan tatapan berbinar, ia lalu menelusup ke dada polos lelakinya. “Thank you, An.“
“My pleasure, Love.” Antariksa mengecup bibir Aurora lembut lalu dia mengusap surai kekasihnya itu. Dia tersenyum sungging. “and anyway, you playing well, Love.“
■ ■ ■ ■